Hal tersebut, lanjutnya, karena inefisiensi biaya produksi listrik berdampak naiknya tarif dasar listrik yang berakibat naiknya pengeluaran masyarakat maupun dunia usaha.
“Negara pun harus mengeluarkan alokasi APBN lebih besar untuk menyubsidi listrik golongan masyarakat bawah,” ucapnya, dikabarkan dari antara.
Selain audit menyeluruh, Amin juga mendesak Kementerian BUMN untuk melibatkan aparat hukum.
Ia mengungkapkan, data Kementerian ESDM menunjukkan, cukup besar kontrak pengadaan batu bara PLN yang dilakukan dengan perusahaan dagang. Kontrak dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi hanya 38 persen dari total kontrak, sedangkan kontrak dengan pemegang kontrak karya batubara (PKP2B) hanya 31 persen.
“Kontrak pengadaan batu bara PLN dengan pemegang IUP OPK juga dapat menimbulkan ketidakpastian pasokan, terutama saat harga batu bara meroket,” papar Amin.