Ikan Tuna Utuh Diekspor Berpuluh Tahun, Negara Rugi Ratusan Triliun: Celah Kode HS 03034300 Menguji Kepemimpinan Purbaya

Ikan beku (Foto: Istimewa)
  1. Meningkatkan nilai tambah nasional;
  2. Mendorong industri pengolahan domestik (fillet, loin, flake, meal, dsb);
  3. Menciptakan lapangan kerja;
  4. Melindungi stok ikan nasional dari eksploitasi berlebih.

Kebijakan larangan ekspor ikan utuh (whole round) sesungguhnya merupakan bentuk proteksi industri dalam negeri. Namun, di lapangan, praktik ini justru sering dilanggar melalui celah teknis pada sistem klasifikasi barang (HS Code).

Contohnya, ekspor ikan Skipjack atau Bonito Whole Round masih bisa lolos dengan HS Code 03034300, yang seharusnya digunakan untuk produk beku olahan (frozen tuna, loin, flake).
Dengan sedikit perubahan nomenklatur seperti “precooked”, “frozen stripped”, atau “flake”, ikan utuh itu bisa terkode sebagai produk olahan, padahal secara fisik belum memenuhi kriteria “processed fish product”.

II. Permen KP No. 18 tahun 2021, peraturan ini memperjelas semangat UU, bahwa pengolahan di dalam negeri adalah syarat ekspor. Namun implementasi administratifnya tersandera oleh sistem klasifikasi Bea Cukai yang masih memakai BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk Indonesia) dengan struktur yang terlalu umum. Kode 03034300 hanya bertuliskan “Tuna, Skipjack, dan Bonito”, tanpa memisahkan utuh, potongan, atau flake.

III. UU Kepabeanan No. 17 tahun 2006 sebut Bea Cukai wajib melakukan klasifikasi barang dengan benar sesuai World Customs Organization (WCO).
Sayangnya, Indonesia tidak cukup “granular” dalam mengadopsi HS Code.

Negara lain seperti Jepang atau Thailand sudah memecah kode tuna ke sub-pos spesifik (misal: whole, loin, flake). Indonesia? Satu kode untuk semua. Akibatnya, laporan ekspor sah di sistem — tapi melanggar semangat hukum.

IV. UU Administrasi Pemerintahan No. 30 tahun 2014, terlihat kelemahan koordinasi lintas lembaga (KKP, Bea Cukai, Karantina Ikan) adalah bentuk maladministrasi struktural. Setiap lembaga bekerja di silo sendiri:

– Bea Cukai hanya memeriksa dokumen,
– KKP menerbitkan izin ekspor,
– Karantina hanya memastikan mutu ikan.

Tidak ada integrasi data yang menyatukan semuanya. Aparat hukum seakan lumpuh tidak mumpuni mencermati perilaku jahat tersebut!

Ironi kebijakan

Inilah ironi besar yang ditemukan di pelabuhan ekspor seperti Tanjung Perak:

Exit mobile version