- Lingkup penyidikan dikebiri karena hanya menyentuh level Kepala Dinas, PPK, dan kontraktor.
- Pendekatan hukum hanya kebenaran formil, yakni berhenti pada dalih “tidak ada bukti langsung Bobby menerima uang.”
- Keberanian politik lumpuh, mungkin kalkulasi politik menantu mantan presiden membuat KPK beku.
- Hasil akhir status quo terjaga, aktor politik aman, pelaksana teknis jadi tumbal.
Wajah kedua, KPK yang nyaris sangat berani pada kasus Labuhan Batu Utara.
- Pola kasus: sama, yaitu proyek infrastruktur dan bansos dengan indikasi arahan kepala daerah.
- Fakta sidang Hakim memaksa membuka notulen kebijakan yang semula dianggap tidak relevan oleh penyidik.
- Dampaknya beberapa pejabat dihukum, hakim menyebut “arahan kebijakan kepala daerah” bagian dari tindak pidana.
- Respons KPK langsung menindaklanjuti hasil persidangan dengan penyelidikan baru, sesuatu langkah yang jarang terjadi.
Inilah bentuk “kebenaran materiil” yang mestinya jadi fondasi penyidikan, yaitu hukum yang hidup, bukan hukum yang takut.
Tambahan cermin:
Kasus OTT Bupati Langkat, KPK berani menyentuh jaring suap dan eksploitasi tenaga kerja, tapi berhenti di tingkat kabupaten, walau tak berani naik ke provinsi.
Kasus Deli Serdang, KPK berani audit ulang proyek sesuai temuan BPK, tapi berhenti karena bukti uang tak langsung.
Ketiganya menunjukkan hal sama, bahwa KPK bukan tidak mampu! Sekarang KPK terlihat nyata tidak berani!
LHP BPK adalah konfirmasi ilmiah atas kelemahan struktural KPK
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam 10 tahun terakhir memberikan konfirmasi yang tak terbantahkan atas akar masalahnya. LHP-LHP BPK itu bukan hanya merinci kelemahan di pemerintah daerah, tetapi juga secara konsisten menyoroti kelemahan struktural dalam sistem penyidikan KPK, yakni: