- Pemanfaatan audit Investigatif yang tidak optimal: BPK berulang kali menemukan bahwa hasil audit investigatifnya yang telah menghitung kerugian negara dan memberi titik awal yang jelas seringkali tidak segera dijadikan entry point penyidikan oleh KPK. Ada jeda waktu dan koordinasi yang lemah.
- Penyidikan yang abai terhadap aspek kebijakan, dimana BPK merekomendasikan agar penyidikan tidak hanya berfokus pada kerugian finansial, tetapi juga pada penyimpangan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan. Rekomendasi ini sering diabaikan, menyebabkan penyidikan KPK, seperti dalam kasus Bobby, menjadi dangkal. Jadi publik sudah semakin mahfum.
- Tumpang tindih dan inefisiensi internal: BPK mencatat adanya masalah tata kelola internal di KPK, seperti tumpang tindihnya kewenangan antar direktorat. Hal ini menghambat aliran informasi dan membuat analisis kebijakan menjadi terfragmentasi, tidak menjadi tulang punggung penyidikan.
Dengan kata lain, apa yang kita saksikan dalam kasus Bobby Nasution adalah puncak gunung es dari kelemahan sistemik KPK yang telah lama diingatkan oleh BPK.
Jalan keluar adalah dari penyidikan “pelaku” ke penyidikan “kebijakan”
Indonesian Audit Watch mendesak sebuah perubahan paradigma mendasar, yakni:
Berhenti hanya mengejar “siapa yang menerima uang”. Mulai selidiki “mengapa kebijakan ini lahir, dan untuk kepentingan siapa?” Sebuah proyek fiktif atau bermark-up tidak mungkin terjadi tanpa:
- Kebijakan penganggaran yang dirancang untuk mengakomodirnya.
- Perencanaan teknis yang direkayasa.
- Proses pengadaan yang dimanipulasi.
- Pengawasan yang dibiarkan lumpuh atau diintervensi.
Keempat titik kunci inilah yang harus menjadi sasaran penyidikan. Seorang Gubernur atau Wali Kota mungkin tidak memegang uang suap, tetapi dialah yang menandatangani kebijakan yang menjadi pintu masuk korupsi. Pertanggungjawaban politiknya harus bisa dijerat dengan pendekatan hukum yang lebih cerdas dan berani.
Kesimpulan dan rekomendasi final
Kronologi kasus Bobby Nasution ini adalah bukti nyata dari dualismenya KPK. Di satu sisi, mereka adalah lembaga yang tahu kebenaran harus ditegakkan ke mana pun. Di sisi lain, mereka adalah organisasi yang takut pada bayang-bayang kekuasaan.