Dikutip dari republika, Guspardi menambahkan, ketika Pilpres 2024 hanya berlangsung satu putaran saja, maka akan menimbulkan persoalan dengan jarak waktu yang panjang dari pencoblosan sampai pelantikan presiden terpilih di bulan Oktober 2024. Sehingga pada saat itu akan ada jarak panjang antara Presiden Jokowi sebagai presiden incumbent dan presiden terpilih pemilu 2024.
“Kalau itu terjadi bagaimana pun kita tidak menafikkan tentu ada dua matahari ketika itu, ada presiden incumbent yang namanya Pak Jokowi yang beliau sudah menyatakan tidak akan maju lagi, kemudian ada lagi hasil dari Pilpres 21 Februari, apalagi kalau seandainya orang yang maju itu tidak didukung oleh pihak pemerintah, tentu akan menimbulkan dinamika, kegaduhan, dan sebagaimana,” ungkapnya.