Ia menambahkan, label hemat energi hal yang wajib dibubuhkan oleh produsen untuk membendung produk-produk buangan dari negara lain masuk ke Indonesia.
Narasumber lainnya, Presiden American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers Indonesia, Herlin Herlianika mengakui makin panasnya udara akhir-akhir ini membuat banyak orang memutuskan memasang AC split di rumah maupun kantor.
“Namun apakah keputusan masyarakat luas saat membeli AC sudah juga memahami konsekuensi biaya listriknya? Pastinya sudah, tapi belum tentu benar,” ujar Herlina.
Dari hasil survei yang dilakukan global asosiasi di bidang Heating, Ventilating, Air Conditioning dan Refrigeration menunjukkan hanya lima persen masyarakat Indonesia pengguna AC split. Dan dari jumlah tersebut, hanya 6,5 persen yang mengetahui label tanda hemat energi.
“Ashrae terpanggil untuk mengkampanyekan ini. Buat apa regulasi dibuat sejak 2015, tapi impact-nya tidak ada,” ujar Herlin.
Ia berharap label hemat energi ini bisa dikenal dan dipahami seluruh masyatakat Indonesia.
Direktur Utama (Dirut) PT Indonesia Digital Pos, Syarif Hidayatullah mendorong dukungan insan media atas kampanye kesadaran isu lingkungan. Ini mengingat dampak pemberitaan media massa atas isu lingkungan sangat signifikan.
“Butuh peningkatan kesadaran jurnalis dan pemilik, untuk lebih mengedepankan isu lingkungan,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (Gabel) Daniel Suhardiman menambahkan, seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, harga bahan baku produk elektronik sudah naik. Saat ini para pelaku pasar masih menghitung dampak kenaikan harga jual.
Sebelumnya, akibat kenaikan biaya pengapalan (freight rate) saja membuat harga elektronik secara umum naik sekitar dua persen sampai lima persen.
“Dampak kemungkinan akan dirasakan apabila rupiah dalam waktu dekat masih melemah, para pelaku pasar terpaksa menaikkan harga jual. Bagi industri dalam negeri, ini sangat sulit,” jelasnya.