“Kelangkaan kontainer menjadi permasalahan utama untuk UKM. Akibatnya biaya pengangkutan mahal atau biaya yang naik 300 persen, dan risiko kerusakan sangat tinggi karena lamanya penyimpanan produk,” ujarnya, dikutip dari merdeka.
Selain kelangkaan kontainer, lanjut Hanung, kendala lainnya ialah pemetaan permintaan domestik atau tidak adanya market intelligence untuk menanggapi peluang produk, kapasitas produk, sertifikasi internasional, dan kemudahan pembiayaan ekspor bagi pelaku UKM.
Dia pun menegaskan, kontribusi ekspor Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok yang memiliki kontribusi ekspor UKM sebesar 68 persen, dan indeks kinerja logistik 3,61, serta India dengan kontribusi ekspor UKM 40 persen dan indeks kinerja logistik 3,18.
“Ini menunjukkan kurang efisiennya waktu dalam pemenuhan dokumen ekspor serta kurangnya dukungan infrastruktur bagi pelaku UKM Indonesia untuk ekspor produknya. Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama,” ujar Hanung.