“Pidato kenegaraan presiden kali ini diwarnai dengan kesadaran bahwa pemerintahannya akan segera berakhir dan pemimpin di masa mendatang harus berpijak pada hal ke-kini-an dan ke-disini-an. Penegasan bahwa dia tidak cawe-cawe dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menolak disebut “Pak Lurah” merupakan bentuk sikap proporsional dari seorang kepala negara,” kata Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.
Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal itu juga mengatakan dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, apa yang disampaikan oleh Presiden adalah bentuk optimisme dalam menatap masa depan.
Presiden menyinggung soal merebaknya ekspresi ujaran kebencian yang menyerang pribadi Presiden dalam balutan kritik. Penting untuk dipahami bahwa ekspresi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat dan perlu diantisipasi sejak awal.