Oleh: R.Haidar Alwi
Dalam situasi politik dan keamanan yang dinamis, spekulasi sering muncul sebagai konsekuensi dari derasnya arus informasi dan persaingan kepentingan. Namun, ketika propaganda tersebut mencakup ranah strategi seperti isu keamanan nasional dan lembaga vital seperti Polri, dampaknya tidak lagi sebatas pada opini publik semata.
Spekulasi yang tidak berdasarkan fakta dapat menggerus kepercayaan masyarakat, termasuk legitimasi institusi, serta menciptakan instabilitas yang berbahaya bagi bangsa. Oleh karena itu, penting bagi publik maupun media untuk menghentikan spekulasi yang berpotensi merusak fondasi sosial dan keamanan negara.
Polri sebagai lembaga penegak hukum memiliki posisi krusial dalam menjaga stabilitas nasional. Polri tidak hanya berfungsi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, tetapi juga sebagai instrumen negara yang menjaga ketertiban umum, menegakkan hukum, serta memastikan bahwa ancaman terhadap keamanan dapat dikelola dengan efektif. Ketika Polri menjadi propaganda politik atau narasi yang tidak terverifikasi, dampaknya langsung terasa pada tingkat kepercayaan masyarakat.
Aparat di lapangan dapat kehilangan moral kerja, sementara masyarakat menjadi skeptis terhadap otoritas hukum yang seharusnya mereka percayai. Situasi ini, jika dibiarkan berlarut-larut, akan menciptakan potensi yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Dampak buruknya tidak akan berhenti di ranah sosial dan keamanan saja. Perekonomian nasional juga sangat bergantung pada persepsi stabilitas. Investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, selalu menimbang faktor keamanan sebelum menanamkan modal. Spekulasi mengenai sektor keamanan akan dengan cepat diterjemahkan sebagai risiko, yang pada akhirnya dapat membuat iklim usaha terganggu.
Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi penciptaan lapangan kerja, serta memperbesar kesenjangan sosial. Pada saat yang sama, spekulasi yang dibiarkan berkembang dapat menjadi bahan bakar polarisasi politik dan memicu konflik horizontal di masyarakat.
Dalam tataran global, spekulasi tentang instabilitas keamanan di Indonesia dapat dibaca sebagai tanda kelemahan kapasitas negara dalam mengelola tantangan domestik. Negara lain akan menilai bahwa Indonesia sedang menghadapi kerentanan internal, yang pada saatnya dapat menurunkan daya saing dalam kancah geopolitik. Stabilitas internal yang terganggu berarti kepercayaan Indonesia sebagai mitra strategis juga dipertanyakan.
Peran media menjadi sangat penting. Media memiliki kekuatan membentuk persepsi publik, dan dalam konteks isu keamanan, kekuatan itu bisa menjadi pedang bermata dua. Jika media hanya mengejar sensasi atau rating tanpa akurasi dan verifikasi, maka media akan menjadi corong bagi ideologi yang destruktif.
Sebaliknya, media yang berpegang teguh pada etika jurnalistik akan berfungsi sebagai penjernih, menyaring informasi, memberi fakta dan analisis yang mendidik. Media yang profesional tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga membangun ketahanan masyarakat terhadap hoaks, hasutan, dan manipulasi informasi.
Tanggung jawab media juga semakin besar di era digital, ketika arus informasi begitu cepat menyebar melalui media sosial. Berita yang salah atau spekulatif dapat dengan mudah viral, sementara klarifikasi atau koreksi sering kali tertinggal di belakang.
Media arus utama perlu menyadari posisi mereka sebagai benteng terakhir untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Dengan menyajikan data yang valid, menghadirkan narasumber yang kredibel, serta menghindari framing yang berlebihan, media bisa membantu masyarakat memahami kenyataan tanpa harus terjebak dalam skeptisisme yang merusak.
Publik pun memiliki peran penting. Menghentikan spekulasi bukan berarti menutup ruang kritik. Kritik tetap diperlukan, bahkan wajib, sebagai bagian dari pengawasan publik terhadap institusi negara. Namun kritik yang sehat harus dibangun di atas fakta, bukan rumor. Masyarakat dituntut untuk semakin cerdas dalam memilah, berpikiran kritis terhadap sumber berita, serta tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Menghentikan spekulasi berarti menjaga stabilitas, melindungi legitimasi institusi, dan memastikan bahwa ruang publik tidak dikotori oleh informasi yang bersifat destruktif. Negara membutuhkan masyarakat yang rasional dan media yang bertanggung jawab.
Sinergi keduanya akan memperkuat fondasi ketahanan nasional, menutup celah yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok oportunis, serta memastikan Indonesia tetap berdiri kokoh di tengah derasnya tantangan global. Dalam hal ini, menghentikan spekulasi adalah kontribusi nyata setiap warga negara untuk menjaga keutuhan dan masa depan bangsa.
Penulis: Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI)