Subsidi Pupuk Diduga Bocor Rp 2,83 T, KPK Diminta Periksa Mantan Dirut PT Pupuk Indonesia 

PT Pupuk Indonesia (Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Direktur Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa mantan direktur utama PT Pupuk Indonesia (Persero) tahun 2022. Hal tersebut menyusul dengan dugaan kebocoran subsidi pupuk sebesar Rp2,83 triliun.

Iskandar menilai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu instrumen penting bagi pihak penyidik untuk mengungkap kasus tersebut, sehingga isu dugaan kebocoran anggaran itu tidak menjadi isu liar.

Namun demikian, Iskandar menduga KPK tak memiliki nyali untuk memeriksa mantan dirut PT Pupuk Indonesia di tahun 2022.

Ketidakseriusan KPK untuk mengusut  korupsi kebocoran subsidi pupuk itu diduga lantaran ada tekanan dari kelompok tertentu karena dinilai berbau politis.

“Jadi meski soal dugaan kebocoran subsidi pupuk itu sudah menjadi perbincangan hangat di ruang publik, justru KPK terkesan tutup mata,” kata Iskandar kepada Mediakarya, Kamis (3/7/2025).

Iskandar menilai penanganan korupsi yang terjadi di KPK saat hanya kasus-kasus kecil yang dinilai tidak bersinggungan dengan mantan penguasa. Sehingga sangat wajar jika publik saat ini memberikan penilaian minor terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Kata Iskandar, saat ini masyarakat lebih mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung ketimbang KPK. Tanpa banyak berkoar dan menggiring berita dan opini pencitraan, kinerja korps Adhyaksa itu  patut diacungi jempol.

Oleh karena itu, terkait dengan mencuatnya kasus dugaan kebocoran subsidi pupuk, Etos Indonesia mendorong KPK segera memanggil mantan Dirut PT Pupuk Indonesia tahun 2022.

“Kami meminta KPK memanggil direktur utama PT Pupuk Indonesia tahun 2022  untuk diminta keterangannya terkait dengan adanya dugaan kebocoran anggaran senilai Rp2,83 triliun,” kata Iskandar.

Seperti diketahui, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia pada tahun 2022 adalah Achmad Bakir Pasaman. Ia menjabat posisi tersebut hingga digantikan oleh Rahmad Pribadi pada Juli 2023.

Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti (Usakti), Abdul Ficar Hadjar menilai kebocoran subsidi pupuk sebesar Rp2,83 triliun yang menyeret PT Pupuk Indonesia (Persero), temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), layak menjadi barang bukti untuk ditindaklanjuti aparat penegak hukum (APH).

Menurut dia, langkah pendalaman penting untuk dijalankan KPK atau aparat penegak hukum lainnya, guna menemukan indikasi tindak pidana korupsi dengan unsur kerugian negara. “Bisa (diusut oleh KPK), karena temuan BPK salah satunya adalah identifikasi kerugian negara,” kata Ficar seperti dilansir dari Inilah.com.

Ficar menjelaskan, kebijakan PT Pupuk Indonesia yang menyebabkan pemborosan belanja pupuk bersubsidi, perlu didalami lebih lanjut. Terutama untuk menilai, apakah kebijakan tersebut menguntungkan pihak tertentu, atau pribadi.

Namun, jika kebijakan itu dibuat sesuai prosedur dan menguntungkan masyarakat luas, maka sulit menilainya sebagai kebijakan yang mengandung unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Oleh karena itu, menurut Ficar, apabila ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, misalnya Direktur Utama dan Direktur Pemasaran melakukan penyelewengan kekuasaan yang mengakibatkan kerugian negara, atau menguntungkan pribadi atau pihak tertentu, maka hal tersebut dapat diproses secara hukum.

“Tanggung jawab pidana itu ada pada pelaku langsung, atau pada pihak lain (yang punya kewenangan) yang memerintahkan, dan perintahnya bertentangan atau tidak sesuai dengan kewajibannya serta merugikan negara. Meskipun akibatnya sistemik, jika ditemukan ada pihak yang diuntungkan, bisa diteruskan ke penindakan hukum,” beber Ficar.

Mengingatkan saja, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut adanya pemborosan belanja subsidi pupuk selama 2020 hingga 2022, senilai Rp2,92 triliun.

Di mana, sebesar Rp2,83 triliun dari pemborosan itu, menyeret PT Pupuk Indonesia, terkait pengalokasian pupuk urea bersubsidi yang sangat dinantikan petani.

“Di antaranya sebesar Rp2,83 triliun, karena pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia, belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi operasional masing-masing anak perusahaan produsen pupuk,” tulis BPK, dikutip Rabu (28/5/2025).

Dalam temuan itu, BPK melihat ada sesuatu yang ganjil. Misalnya, kebijakan alokasi produksi pupuk bersubsidi. malah diserahkan ke produsen dengan biaya produksi termahal. Sedangkan produsen dengan biaya produksi terendah malah diprioritaskan untuk produksi pupuk nonsubsidi.

BPK juga membeberkan, hasil perbandingan antara alokasi pada kontrak dengan rata-rata tertimbang kapasitas operasional menunjukkan bahwa pembagian alokasi produksi pupuk bersubsidi belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi masing-masing produsen pupuk.

Selanjutnya, auditor pelat merah itu, merekomendasikan Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia yang jelas-jelas tidak cermat, melanggar tata kelola yang sehat, dan kurang mempertimbangkan efisiensi dalam penetapan alokasi pupuk bersubsidi kepada anak perusahaan.

Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab? Asal tahu saja, posisi dirut Pupuk Indonesia sepanjang 2020-2022 dijabat Achmad Bakir Pasaman. Sejak Juli 2023, digantikan Rahmat Pribadi. Sedangkan, direktur pemasaran pada periode itu dijabat Gusrizal yang kemudian naik pangkat menjadi wakil dirut.

Exit mobile version