BPKN RI Beri Catatan Kritis Soal Usulan UU Perampasan Aset

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), Mufti Mubarok.
  1. Batas yang jelas atas objek dan ruang lingkup aset yang dapat dirampas, hanya terkait langsung dengan tindak pidana, bukan aset sah milik pihak tak terkait.
  2. Due process ketat & kontrol hakim pada seluruh tahapan: penyitaan, pembekuan, hingga perampasan, termasuk hak banding dan mekanisme keberatan yang efektif.
  3. Penerapan konsep NCBAF (perampasan aset tanpa pemidanaan) bila diadopsi, wajib dipagari standar pembuktian yang tinggi, transparansi, dan pengawasan peradilan agar tidak disalahgunakan.
  4. Perlindungan pihak ketiga beritikad baik (pengguna/konsumen/pemilik sah) serta mekanisme pemulihan/kompensasi bila terjadi salah sita. Sejumlah organisasi antikorupsi juga mengusulkan pembatasan nilai dan cakupan agar fokus pada kejahatan berat dan mencegah overreach. Transparency International Indonesia
  5. Standar transparansi & akuntabilitas: kewajiban publikasi putusan, pelaporan periodik, audit independen, dan kanal pengaduan yang mudah diakses.
  6. Sinkronisasi regulasi dengan KUHAP/KUHP dan aturan sektoral (perbankan, fidusia, kepailitan, perlindungan data), agar tidak tumpang tindih dan merugikan pelaku usaha maupun konsumen.
  7. Kelembagaan pelaksana yang jelas, ramping, dan diawasi lintas lembaga, agar efektivitas pemulihan aset berjalan tanpa memperbesar biaya kepatuhan publik.

Menurut Mufti, kesalahan desain pada definisi, beban pembuktian, atau prosedur eksekusi bisa berdampak langsung pada masyarakat: rekening dibekukan tanpa kepastian, aset sah terdampak, atau konsumen yang beritikad baik ikut menanggung risiko.

“Karena itu, partisipasi publik yang bermakna termasuk uji dengar pendapat dengan komunitas konsumen, akademisi, dan pelaku usaha perlu dimaksimalkan sebelum pengesahan,” ungkapnya.

Mufti menegaskan bahwa negara memang harus tegas melawan korupsi dan kejahatan ekonomi, tetapi jangan sampai hukum yang dibuat justru mencederai hak rakyat.

“Kami mendukung penuh upaya negara untuk merampas aset hasil korupsi dan kejahatan ekonomi. Namun, jangan sampai rakyat yang jujur, taat hukum, dan beritikad baik ikut terdampak karena aturan yang terburu-buru. RUU ini harus dikaji secara cermat, transparan, dan melibatkan partisipasi publik. Jangan sampai yang lahir adalah instrumen hukum yang melukai rakyat, padahal tujuan utamanya untuk melindungi rakyat,” ujar Mufti Mubarok

Kesimpulan BPKN RI

Exit mobile version