KABUPATEN BEKASI, Mediakarya – Ratusan warga Desa Karangsambung, Kecamatan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, menggelar aksi di PT Mulia Prima Packindo.
Mereka menuntut menuntut penegakan hukum atas dugaan pencemaran lingkungan, pelanggaran ketenagakerjaan, pungutan liar, serta tidak transparannya program CSR perusahaan di wilayah tersebut.
Koordinator aksi menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk keresahan warga yang sudah berlangsung lama.
“Hari ini kami berdiri bukan untuk seremonial, tetapi untuk menyampaikan amarah rakyat. Ketidakadilan ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya dalam orasi.
Warga menduga adanya pembuangan limbah tanpa pengolahan yang menyebabkan pencemaran sungai dan kerusakan lahan pertanian. Mereka menuntut audit dari DLH dan KLHK serta penegakan UU No. 32/2009.
Koordinator aksi menyampaikan, lingkungan hidup bukan milik perusahaan. Itu hak rakyat. Jika tanah dan air kami diracuni, berarti masa depan anak-anak kami dirampas.
Massa menyoroti praktik outsourcing yang melanggar peraturan ketenagakerjaan pada pekerjaan inti, yang kami duga adanya eksploitasi terhadap para pekerja Mereka meminta penghentian pola kerja tersebut dan pengangkatan pekerja menjadi PKWTT sesuai Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Dalam pernyataannya, Koordinator aksi menegaskan, “Martabat pekerja tidak bisa dibeli dengan kontrak ilegal. Pekerja adalah manusia, bukan robot, ” tegas dia.
Warga juga menuntut perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial (CSR) secara terbuka dan tepat sasaran.
“Perusahaan hidup dari tanah dan air masyarakat. Sudah selayaknya ada kontribusi nyata bagi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi warga,” kata Koordinator aksi.
Ia menambahkan bahwa masyarakat tidak meminta belas kasihan, tetapi “menuntut hak yang memang wajib diberikan.
Peserta aksi menyoroti dugaan pungutan liar dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Mereka meminta tindakan tegas terhadap oknum pelaku dan pengembalian uang kepada korban.
Koordinator aksi menyampaikan,
“Tidak boleh ada lagi rakyat Karang Sambung yang diperas hanya untuk bisa bekerja. Ini kejahatan terhadap rakyat kecil,” ujarnya.
Beberapa perusahaan diduga masih memberikan upah di bawah UMK. Warga menuntut penegakan PP 36/2021 serta pembayaran selisih upah kepada pekerja.
“Upah layak itu hak pekerja. Jika hak itu dirampas, berarti ada penindasan ekonomi yang harus dihentikan,” jelas Koordinator aksi.
Warga Siap Mengawal Hingga Ada Tindakan Nyata.
Aksi ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mengawal proses hukum dan kebijakan hingga pemerintah serta aparat penegak hukum mengambil tindakan tegas.
Dalam pernyataan akhirnya, Koordinator aksi menegaskan,
“Selama rakyat ditindas, kami tidak akan diam. Suara rakyat tidak boleh dan tidak bisa dibungkam,” pungkasnya.




