“Karena peralihan status tersebut sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhi hak tersebut baru dapat diikuti dengan penyelesaian masalah-masalah lain, termasuk kemungkinan melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK,” kata hakim MK.
Dalam konteks tersebut, menurut empat hakim MK tersebut, sekalipun permohonan uji materi ditolak, pertimbangan hukumnya dapat dijadikan momentum untuk menegaskan pendirian MK. Bahwa, ihwal peralihan status penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK secara hukum menjadi pegawai ASN sebagai hak yang harus dipenuhi sebagaimana semangat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019.
Dalam permohonannya, Yusuf Sahide meminta agar MK menyatakan dua pasal di UU 19/2019 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Kedua pasal tersebut adalah Pasal 69B Ayat (1) yang menyebutkan bahwa, pada saat UU ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disebutkan dalam Pasal 69C bahwa pada saat UU ini mulai berlaku, pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak UU ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yusuf Sahide berharap agar majelis MK mengubah kedua pasal tersebut menjadi “Pada saat UU ini mulai berlaku, Pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini mulai berlaku diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan 1. Bersedia menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan 2. Belum memasuki batas usia pensiun sesuai ketentuan perundang-undangan“.
Alasan pemohon adalah karena frasa “dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan” dalam pasal 69B dan 69C dimanfaatkan secara salah. Karena, menurut pemohon, menggunakan TWK sebagai seleksi dan bagi pegawai yang tidak lolos TWK akan mengakibatkan pemberhentian pegawai KPK sehingga menimbulkan kerugian konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28D Ayat (2), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRITahun 1945.
Namun, hakim MK menolak dalil-dalil yang diajukan pemohon dan menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam pelaksanaan proses alih status pegawai KPK sebagai ASN melalui TWK.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di gedung MK Jakarta, Selasa.
Pada pekan lalu, KPK menegaskan tetap akan memberhentikan pegawai yang dinyatakan tidak lulus dan tidak dapat dibina berdasarkan tes wawasan kebangsaan (TWK). Sejauh ini ada 51 pegawai tak lolos TWK ditambah enam orang yang menolak mengikuti pendidikan latihan (diklat) bela negara dan wawasan kebangsaan.