JAKARTA, Mediakarya – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri kembali mengumumkan keberhasilan membekukan dan menyita 811 rekening yang diduga terkait aktivitas judi online.
Dari total rekening tersebut, aparat berhasil membekukan 576 rekening senilai Rp 63,7 miliar serta menyita 235 rekening lainnya senilai Rp 90,6 miliar. Dengan demikian, jumlah dana yang berhasil dihentikan peredarannya mencapai Rp 154,3 miliar.
Namun, langkah Polri ini dinilai belum berarti apa-apa jika dibandingkan dengan besarnya perputaran uang judi online di Indonesia. Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Kadafi menilai nilai yang dibekukan masih sangat kecil.
“Ini mah secuil alias sedikit kalau Dittipidsiber Bareskrim Polri hanya membekukan 576 rekening dengan nilai Rp 154,3 miliar. Data PPATK menyebutkan bahwa nilai transaksi judi online di kuartal pertama 2025 saja sudah mencapai Rp 1.200 triliun, bukan miliaran,” ujar direktur eksekutif Center Budget for Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Selasa (26/8/2025).
Menurutnya, angka tersebut menunjukkan bahwa pemberantasan judi online di Indonesia sangat sulit dilakukan. Bahkan, publik menilai Polri tidak bisa diharapkan untuk menuntaskan masalah ini.
“Dari sini bisa dilihat bahwa judi online tidak bisa diberantas karena sudah menjadi bagian dari penghasilan para politisi yang dilindungi aparat hukum. Penghasilan politisi sekarang sudah bergeser dari korupsi ke bandar judi online,” tegasnya.
Ia menambahkan, perputaran uang dari praktik judi online dianggap lebih aman dibanding hasil korupsi di kementerian. Alasannya, tindak pidana korupsi mendapat pengawasan ketat dari lembaga seperti KPK dan Kejaksaan, sementara judi online nyaris tanpa pengawasan.
“Uang dari judi online lebih aman karena ada aparat hukum yang membekingi, bahkan ikut menikmati. Jadi, saat ini menjadi bandar judi online jauh lebih ‘safe’ ketimbang melakukan korupsi di kementerian,” kata Uchok.
Lebih lanjut, CBA menilai peran PPATK masih sangat terbatas dalam kasus ini. Meski memiliki data, lembaga tersebut hanya bersifat administratif dan tidak memiliki kewenangan menindak.
“PPATK hanya seperti lembaga arsip yang tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, perputaran uang judi online ini tetap berjalan masif tanpa ada upaya serius untuk menghentikannya,” tutupnya.