JAKARTA, Mediakarya – Kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polda Metro Jaya terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 asal Malaysia di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024) lalu terus mendapatkan sorotan tajam.
Salah satunya dari Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Pihaknya mendesak Kapolri untuk memecat anggota yang memeras penonton DWP melalui sidang kode etik yang rencananya digelar pada pekan depan.
Sugeng meminta pelaku pemerasan itu harus dihukum berat karena perbuatan mereka telah mempermalukan Indonesia di mata internasional.
“Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan. Karena apa? Pertama, ini mempermalukan Indonesia di dunia internasional,” kata Sugeng, Jumat (27/12/2024).
Evaluasi Kritik Film Indonesia 2024 Artikel Kompas.id Menurut Sugeng, praktik pemerasan diduga menjadi pola umum atau kebiasaan yang dilakukan sejumlah polisi.
Namun, tindakan pemerasan yang dilakukan sejumlah polisi terhadap penonton DWP asal Malaysia semakin memberikan citra buruk Indonesia di mata warga negeri Jiran.
“Apakah mereka tidak tahu bahwa warga negara Malaysia sebagai bangsa serumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” ujar Sugeng.
Oleh karena itu, ia menilai pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus dilakukan terhadap para polisi yang terbukti melakukan pemerasan.
Sementara itu, melansir laman komoas.com, hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas.
Pria yang akrab disapa Hasbi ini meminta polisi yang memeras penonton DWP dipecat dan dihukum berat.
Pasalnya, tindakan para oknum tersebut sudah masuk ranah pidana sekaligus mencoreng Indonesia di mata internasional. “Para pelaku sudah mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia,” ujar Hasbi, Jumat.
Hasbi menilai, kejadian memalukan ini kemungkinan akan membuat masyarakat internasional menganggap polisi Indonesia sebagai tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi.
Ia juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghukum anak buahnya seberat-beratnya. Mereka bisa dijerat tindak pidana pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain pidana, para pelaku pemerasan juga perlu disanksi PTDH karena mereka sudah melakukan pelanggan berat.
“Polri harus bergerak cepat menuntaskan kasus yang dilakukan para anggotanya. Kasus ini sedang menjadi sorotan dunia internasional,” tegas Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta I itu.
Apa yang terjadi jika polisi pemeras penonton DWP tidak dipecat?
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan, Polri akan dinilai melindungi polisi yang memeras penonton DWP jika tidak memberikan sanksi tegas berupa PTDH terhadap para pelaku pada sidang kode etik.
“Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH, asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan. Ada apa?” kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat.
Sanksi yang tidak memberikan efek jera berpotensi menurunkan semangat anggota kepolisian lain yang tetap konsisten menjaga etika, moral, dan disiplin.
Selain itu, pemerasan ini juga berpotensi mengurangi kepercayaan publik, baik domestik maupun internasional.
Sebab, DWP merupakan perhelatan electronic dance music (EDM) terbesar di Asia Tenggara dan korban mayoritas berasal dari Malaysia.
“Jangan sampai sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) malah mentoleransi perilaku tidak etis personel dengan memberi sanksi ringan atau sedang,” ucap Bambang.
“Karena sanksi ringan, penempatan khusus atau sedang berupa demosi tidak akan memberi efek jera, bahkan menurunkan spirit anggota yang masih baik,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 18 anggota polisi menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara asing (WNA) asal Malaysia.
Pemerasan itu terjadi saat WNA asal Malaysia tersebut tengah menyaksikan Djakarta Warehouse Project (DWP) yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13 hingga 15 Desember 2024.
Ke-18 anggota polisi berbagai macam pangkat itu berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya.
Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah barang bukti yang sudah dikumpulkan dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar. Kini, 18 anggota polisi itu telah menjalani penempatan khusus (patsus) dan akan menghadapi sidang kode etik pada pekan depan.