JAKARTA, Mediakarya – Pemerintahan Prabowo saat ini tengah dihadapkan dengan sengkarut konstitusi. Berkuasa dalam ketidakberdayaan, lebih dari sekedar tersandera. Ia hidup dalam ilusi pemimpin sejati sekalipun faktanya sebagai presiden.
Pernyataan itu diungkapkan analis politik dari Institute for Public Policy Studies (IPPS) Indonesia, Yusuf Blegur, menanggapi drama di balik pertentangan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 dan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tentang anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar struktur kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Selain memunculkan karut-marutnya konstitusi dan ringkihnya sistem tata-kelola negara. Ada satu masalah yang substansial dan prinsipil, yaitu upaya pembusukan Prabowo sebagai presiden RI masih terus berlangsung.
“Siapa pelakunya?. Tentu saja kelompok kepentingan yang juga berjasa besar mengusung dan menjadikan Prabowo sebagai presiden, tentunya. Kelompok kepentingan, sudah pasti ada pemimpinnya dan jejaringnya yang masif. Populasi ini bagai dinasti yang memiliki tidak sedikit abdi dalam setia, pengikut loyalis buta dan pesuruh berbayar,” ujar Yusuf kepada Mediakarya di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Lalu, siapa kelompok kepentingan yang kekuasaannya jauh lebih besar dari presiden, yang bisa mengangkat presiden sekaligus merongrong dan menjatuhkannya?.
Yusuf menyebut jauh-jauh hari, bahkan sebelum pelaksanaan pilpres 2024. Publik menilai ada konspirasi dan manipulasi yang dimainkan oleh kekuasaan tertentu dalam perhelatan pilpres 2024, yang direkayasa untuk memenangkan Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden RI.
“Konflik Polri dan MK bukan yang pertama dan mungkin saja bukan pula yang terakhir dari “grand desaind” pembunuhan karakter sekaligus pembusukan Prabowo,” bebernya.
Secara telanjang diketahui publik termasuk elit politik dan civil society. Performan para menteri dan kepala badan setingkat menteri termasuk TNI-Polri yang memiliki peran strategis dan berpengaruh pada kehidupan rakyat. Justru paling sering membuat blunder mulai dari pembicaraan, tingkah laku hingga kebijakannya. Secara personal dan institusional semuanya sering kebablasan dan melampaui batas.
“Semua asal bunyi dan kecerobohan entah disengaja atau tidak yang membuat rakyat semakin terluka, kesulitan dan menderita. Seolah-olah menjadi kontradiksi dengan komitmen dan langkah-langkah Prabowo untuk memulihkan dan memperbaiki negara ini,” beber Yusuf.
Dia menyontohkan, seperti kasus mengumbar pajak, penambangan ilegal, deforestasi, gas melon, kriminalisasi hukum, respon bencana dan masih banyak lagi inkompentensi kinerja pemangku kepentingan publik level atas, hingga paling anyar konflik Polri dan MK.
“Ini tentunya sungguh merongrong dan menghancurkan upaya Prabowo dalam mengimplementasikan kebijakan populis, pro rakyat dan memberi asa perbaikan hidup rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, menteri dan kepala badan termasuk jajaran direksi dan komisaris BUMN juga TNI-Polri, sebagian besar merupakan anasir dari kekuasaan “invisible hand” yang menjadi virus mematikan dan menggerogoti pemerintahan Prabowo.
“Saya menilai bahwa kelemahan dan rendahnya posisi tawar Prabowo bahkan dalam kapasitas sebagai presiden, pun terlihat ketika tak berdaya mereshuffle kabinet pemerintahannya yang sebagian rusak dan sontoloyo,” ungkapnya.
Oleh karenanya, IPPS Indonesia berpandangan bahwa Pemerintahan Prabowo perlu mengambil langkah tegas dalam rangka menghadapi upaya politis yang dilakukan oleh kelompok genk Solo. Hal itu demi terjaminnya supremasi hukum dan marwahnya sebagai presiden.
“Jangan-jangan Prabowo sendiri membiarkan dan seolah-olah tidak tahu siapa pelaku utama dibalik layar, karena memang tak memiliki kekuatan melawannya. Atau mungkinkan Prabowo sungguh-sungguh ikut terlibat dan menjadi bagian dari kejahatan demokrasi dan konstitusi yang telah dilakukan Genk Solo sejauh ini,” ungkap Yusuf.
Dia menilai ada dua opsi kebijakan Prabowo baik secara hukum maupun secara politis yang pada akhirnya menunjukkan siapa sesungguhnya Prabowo sebagai presiden.
“Di sini bisa dinilai Prabowo sejatinya pemimpin tegas dan memiliki skil kenegarawanan, atau cuma glamour dalam diksi namun miskin integritas dan bahkan cenderung hipokrit,” kata Yusuf.
Pertama, Prabowo akan larut menjadi korban dari permainan kekuasaan Genk Solo yang juga menjadi anasir dari kekuatan oligarki dan kepentingan global (baca: Amerika dan Republik Tiongkok).
Dalam hal ini Prabowo tersandera, tak berdaya dan mereduksi kekuasaannya sendiri. Sebagai presiden Prabowo hanya akan lebih banyak bermain opini dan citra, seakan-akan ia presiden berkarakter komitmen dan peduli pada kepentingan rakyat.
“Dalam.kaitan ini kami menilai bahwa Prabowo terlihat demam panggung dan larut menikmati selebritas sebagai presiden dari satu rapat ke rapat yang lain, dari orasi yang satu ke orasi yang lain dan dari kunjungan satu ke kunjungan lain. Juga dengan mimik wajah dan gestur yang terkesan heroik,” tuturnya.
Jika ini terjadi, kata Yusuf, sungguh miris dan kasihan Prabowo, ia seperti layang-layang yang terus asyik dipermainkan. Selama masih bagus, bisa dimainkan. Sebaliknya jika sudah tak laik pakai jadi tak berguna.
“Posisinya rentan dan berbahaya, bisa putus diterpa angin kencang atau sengaja dilepas karena sudah puas dinikmati. Bahkan bisa juga dibuang karena sudah tidak berguna dan menjadi barang rongsokan yang mengganggu dan layak disingkirkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, jika Prabowo tak bisa keluar dari situasi tersebut, menyerah dan pasrah pada kekuasaan distorsi yang ikut membesarkannya. Maka Prabowo dipastikan menjadi satu dengan Genk Solo.
“Dengan stigma buruk dan mengerikan pada Genk Solo, dan Prabowo ada di dalamnya. Hanya julukan pengkhianat dan penjahat pada dirinya yang bisa ditinggalkan Prabowo untuk republik ini. Kalaupun ada beberapa terobosan kebijakan pro rakyat, itu tak sebanding dan equivalen dengan pembiaran dan terus nyaman meneruskan kebijakan yang salah dan merugikan bangsa ini,” ujar Yusuf.
Kedua, Prabowo memungkinkan untuk mengambil kebijakan yang terarah dan terukur untuk bertanggungjawab dan berorientasi pada kepentingan rakyat, negara dan bangsa.
Apapun resikonya, kata dia, memilih jalan terpisah bertentangan dengan Genk Solo, berarti Prabowo memiliki nyali dan kembali kepada hakekat pemimpin sejati yang rela berkorban untuk negara.
“Prabowo berpeluang menampilkan kembali watak prajurit pejuang yang pernah dimilikinya. Sikap nasionalisme dan patriotisme Prabowo yang demikian, akan menjadi legasi sekaligus dikenang sepanjang sejarah sebagai salah satu pemimpin besar dan terbaik yang pernah ada di Indonesia,” tandasnya.
Rakyat menunggu, dari dua opsi tersebut mana yang akan diambil Prabowo. Langkah sesat menelusi dan terperangkap dalam lorong gelap keindonesiaan.
“Atau mungkin memilih menjadi setitik cahaya yang meski sedikit, ia menjadi seperti lilin kecil tetap menyinari di gelap malam-malam gulita yang menyelimuti negeri,” tutupnya. (Supriyadi)




