Ekonomi INDEF Sebut Program Unggulan RAPBN 2026 Hadapi Problem Implementasi Serius

Proyeksi APBN 2026 (Foto : Istimewa)

JAKARTA, Mediakarya – Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menilai RAPBN 2026 pada dasarnya menyajikan proyeksi optimis dengan peningkatan pendapatan negara dan pengetatan defisit menuju nol.

Namun, di balik narasi optimisme tersebut, masih terdapat paradoks fiskal. Ketergantungan pada pembiayaan utang tetap besar, sementara belanja negara diarahkan pada delapan agenda prioritas yang bersifat populis, tetapi belum seluruhnya menjawab akar masalah pembangunan struktural.

Menurutnya, konsolidasi fiskal yang ditekankan pemerintah berisiko menjadi sekadar target nominal, tanpa diimbangi perbaikan kualitas belanja dan efektivitas kebijakan.

“Delapan program unggulan dalam RAPBN 2026 menghadapi problem implementasi serius. Misalnya, program ketahanan pangan, meski mendapat alokasi termasuk terbesar, masih terjebak pada persoalan klasik seperti distribusi pupuk, dominasi pasar oleh swasta, dan kerentanan iklim,” ujar Rizal dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/8/2025).

Dia menyempatkan, transisi energi terhambat oleh ketergantungan pada energi fosil untuk industri hilirisasi, yang justru memperlambat dekarbonisasi.

Sementara itu, program makan bergizi gratis berpotensi baik untuk memperbaiki gizi masyarakat, tetapi rawan salah sasaran serta dapat menimbulkan tekanan inflasi pangan lokal jika tata kelola rantai pasok tidak diperkuat.

Lebih lanjut, pada program sektor sosial, pendidikan dan kesehatan tetap memperoleh porsi belanja besar, tetapi efektivitasnya dipertanyakan.

“Belanja pendidikan belum sepenuhnya menjawab learning loss dan mismatch vokasi dan industri, sementara anggaran kesehatan menghadapi risiko coverage gap akibat pengetatan cleansing peserta JKN,” ungkap Rizal.

Di sisi lain, program koperasi desa dan agenda pertahanan juga menyimpan dilema koperasi rakyat rawan problem tata kelola, sedangkan pertahanan masih bergantung pada impor alutsista dengan industri domestik yang lemah.

“Dengan demikian, RAPBN 2026 memerlukan koreksi terutama dalam implementasi program agar tidak hanya menonjolkan narasi pertumbuhan, tetapi juga memastikan keberlanjutan, ketepatan sasaran, dan daya ungkit yang nyata bagi perekonomian nasional,” pungkas Rizal.

Exit mobile version