Etos Indonesia Dukung Tim Transformasi dan Reformasi Polri Bentukakn Kapolri

Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute Iskandarsyah

JAKARTA, Mediakarya – Direktur eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskakndarsyah, mendukung Tim Transformasi dan Refofmasi Polri, terdiri dari 52 perwira tinggi Polr, yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

“Kalau saya jadi Kapolri, tentu akan melakukan hal yang sama. Dan saya dukung Pak Listyo Sigit melakukan itu. Kenapa? dia tidak akan memberi ruang kepada pihak luar eksternal Polri untuk mengintervensi lembaganya. Itu soal kewibawaan lembaga,” ungkap Iskandarsyah kepada Mediakarya, Senin (13/10/2025).

Iskandar menilai, hal yang sama juga akan dilakukan oleh TNI, jika ada pihak luar yang mencoba mengacak-acak TNI sudah barang tentu tidak akan terima. “Saya yakin jika ada pihak luar yang akan reformasi TNI, Panglima, Kasad, Kasal, dan Kasau akan menolaknya, karena ini sudah menyangkut marwah organisasi. Karena yang lebih tahu soal TNI ya prajurit TNI sendiri dan Kememnterian Pertahanan,” tegasnya.

Dia juga mempertanyakan Tim Reformasi Polri bentukan Istana yang di dalamnya mantan Menteri Menko Polhukam Mahfud MD dan Mantan Ketua Hakim MK Jimly Asshiddiqie.

“Pertanyaannya, waktu Mahfud menjadi Menko Polhukam bukankah Kepolisian di bawah dia. Ngapain aja saat menjadi Menko Polhukam bukankah kondisi Polri saat itu sama halnya dengan sekarang. Kenapa tidak dilakukan reformasi saat (Mahfud) masih menjabat,” ujar dia.

Memurut Iskandar, pihak yang dapat memperbaiki institusi Polri yaitu orang yang berada di tubuh Polri sendiri. “Kapolri Jenderal Listyo Sigit tentu sudah memahami anatomi, kultur, secara sosiologi, antropologi di dalam polisi itu seperti apa, dan bagimana cara memperbaiki organisasinya,” ujar dia.

Lebih lanjut, dalam kinerjanya Polri juga dikontrol dan diawasi oleh dua lembaga. Yakni Komisi III DPR RI dan Kompolnas. Jika ada kekeliruan Polri maka pihak yang paling disalahkan adalah Komisi III DPR RI dan Kompolnas. Karena dua lembaga itu diamanatkan oleh undang-undang untuk mengawasi Polri.

“Komisi III dan Kompolnas juga harus ikut bertanggungjawab. Atau jangan-jangan mereka malah kongkalikong dengan polisinya? Malah nitip-nitip perwira yang mau jadi pejabat Polri. Sehingga Polri dibiarkan rusak,” ungkap Iskandar.

Pihaknya juga tak menyoal adanya sejumlah anggota Polri yang berdinas di institusi sipil. Karena menurut dia DNA polisi adalah sipil.

“Kalau polisi duduk di jabatan sipil boleh, memang dia sipil. Polisi itu DNA-nya sipil. Justru yang tidak diperbolehkan jika ada militer bertugas di institusi sipil,” jelas Iskandar.

Terkait kondisi Polri yang saat ini terus dihujat, dia menilai karena polisi sebagai garda terdepan dalam pengamanan yang berhubungan langsung dengan rakyat.

“Mungkin jika tentara yang berhubungan langsung dengan rakyat, bisa jadi lebih seram,” tutur dia.

Menanggapi adanya desakan agar Kapolri segera diganti, dengan tegas Iskandar mengatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan Presiden.

“Kita teriak-teriak Kapolri ganti, jika Presidennya tidak mau mengganti, kita harus berbuat apa. Karena itu hak prerogatif presiden,” jelasnya.

Iskandar nenduga ada pihak-pihak yang tidak menginginkan polisi besar. Namun demikian ia juga meminta agar Polri introspeksi diri agar lebih baik.

“Polisi belanjanya 14% APBN, pasti ada yang iri. Kan gitu. Tapi kalau polisi enggak cepat-cepat memperbaiki dirinya, ya terus-terus dibully,” kata Iskandar.

Iskandar menilai yang perlu diperkuat adalah peran Kompolnas agar diisi oleh orang-orang yang berani mengkritik polisi sehingga institusi ini dicintai rakyat.

“Peran Kompolnas jangan hanya seperti paduan suara. Tapi harus berani mengkritik Polri agar lebih baik,” pungkasnya. (Syaugi)

Exit mobile version