Untuk itu, dia menegaskan rekonsiliasi seharusnya dipandang bukan sebagai insiden, melainkan sebuah monumen yang harus dilembagakan karena persatuan elite bermanfaat bagi bangsa dan negara.
“Kita tadinya menginginkan agar rekonsiliasi dilanjutkan sampai pada pembenahan sistem pemilu dan politik secara masif. Tetapi, sayangnya tidak berani dituntaskan, misalnya soal presidential threshold nol persen,” katanya.
Fahri berharap agar usia pemerintahan Presiden Jokowi yang tinggal tujuh bulan lagi tidak ada persaingan di dalam kabinet yang berpotensi merusak fokus dan konsentrasi kerja dari pemerintah lantaran sibuk memikirkan pencalonan pada Pilpres 2024.
“Jadi, apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi meminta adanya koalisi besar itu, sebagai konsolidasi terhadap kabinet menurut saya harus dihormati dan harus dipuji karena kekuasaan kabinetnya masih berlangsung,” tuturnya, dilansir dari antara.
Dia berpandangan seharusnya para menteri yang duduk di kabinet pun tidak boleh memiliki calonnya sendiri-sendiri karena mereka masih bagian dari pemerintah.
Pasalnya, dia menilai para menteri yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), seperti Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan dan Prabowo Subianto jika memiliki calonnya sendiri dikhawatirkan mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi.