JAKARTA, Mediakarya – Pengamat politik center for public policy studies (CPPS) Indonesia, Agus Wahid mengatakan, polemik soal elektabilitas Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto masih di bawah 5 persen hingga berujung pada desakan Munaslub, dinilai lantaran kurang maksimalnya kinerja tim media dan penggiringan opini (MPO) dalam mempromosikan partai maupun Ketua Umum Partai Golkar.
Menurut Agus, jika berbicara keberhasilan dengan capres yang saat ini elektabilitasnya di atas dua digit jelas Airlangga memiliki segudang prestasi. Seperti Ganjar Pranowo yang dinilai elektabilitasnya tinggi, tapi prestasinya saat menjadi gubernur Jawa Tengah banyak dikeluhkan masyarakat.
“Namun model pencitraan dan penggiringan opini yang dilakukan oleh tim Pak Ganjar yang dilakukan secara masif maka dapat mendongkrak elektabilitas gubernur Jateng itu. Artinya, dalam konteks elektabilitas pak Airlangga ini karena MPO Partai Golkar tidak berfungsi secara maksimal,” ujar Agus kepada Mediakarya, Rabu (26/7/2023).
Padahal, jika berbicara prestasi, Airlangga dinilai salah satu menteri di kabinet pemerintahan Jokowi yang berhasil mengendalikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pasca pandemi Covid-19 yang melanda bangsa Indonesia selama hampir 3 tahun.
Namun karena kurangnya penggiringan opini yang terbangun secara masif, sehingga prestasi dan elektabilitas Airlangga tertinggal jauh daripada Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang tengah digadang-gadang bakal maju sebagai calon presiden dalam kontestasi Pilpres di 2024 mendatang.
Kendati demikian, Agus juga menyayangkan penunjukan Meutya Hafid sebagai MPO di satu sisi di DPR memiliki tanggung jawab yang cukup besar yaitu sebagai Ketua Komisi I, sehingga perannya sebagai Ketua bidang media dan penggiringan opini yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam menaikan elektabilitas partai maupun Ketua Umum partai Golkar tidak berjalan dengan baik.
Jadi, lanjut Agus, soal minimnya elektabilitas Ketum Golkar bukan tanggung jawab AIrlangga secara pribadi, melainkan ada bidang yang lain yang ditugaskan untuk mendongkraknya.
“Yang harus dievaluasi itu kinerja Ketua MPO bukan Airlangga Hartarto, masa hampir habis masa jabatannya namun elektabilitas Golkar maupun Airlangga Hartarto masih aja jeblok. Dan celakanya elektabilitas Ketum Golkar masih kalah dengan Ridwan Kamil yang baru saja bergabung dengan Partai Golkar. Dan menurut kami wajar karena saat menjabat sebagai gubernur Jabar tim medsos kang Emil cukup aktif,” ungkap Agus.
Seperti diketahui, bahwa kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar mengalami guncangan. Sejumlah kader senior mendorong pergantian ketua umum melalui musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
Salah satu pertimbangannya yakni elektabilitas Airlangga yang rendah. Selain itu, Airlangga juga dinilai tak mampu menggenjot suara Golkar menjelang Pemilu 2024.
Dewan Pakar Golkar juga telah memberikan tiga rekomendasi kepada Airlangga pada 10 Juli lalu. Pertama Airlangga harus menggelar deklarasi capres sekaligus cawapres paling lambat Agustus 2023.
Kedua Airlangga segera membentuk poros baru di Pilpres 2024 di luar poros KIB yang ada saat ini. Ketiga Airlangga segera menggelar program Airlangga Menyapa Rakyat ke seluruh wilayah Indonesia.
Sejumlah nama kader Golkar seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Bahlil Lahadalia, dan Bambang Soesatyo didorong menjadi ketua umum menggantikan Airlangga jika benar-benar terjadi munaslub.
Luhut mengaku siap menjadi ketua umum jika banyak kader Golkar yang mendukungnya. Begitu juga dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
“Setiap kader yang merasa bertanggung jawab untuk pengabdian kepada partai saya pikir semuanya terpanggil, tetapi lewat mekanisme partai,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Sementara Wakil Ketua Umum Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) tak banyak bicara saat ditanya terkait wacana munaslub Golkar yang telah mencuat.
“Ah itu (Munaslub) adalah domain Ketua Umum, saya hanya Wakil Ketua Umum. Tahun depan jadwal Munas,” kata Bamsoet. (Abdillah)