ISESS Nilai Perlu Ada Perubahan Keputusan Politik Negara Atasi OPM

“Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, TNI mestinya bisa diperintahkan mengatasinya melalui skema operasi militer selain perang dalam rangka mengatasi gerakan separatis bersenjata dan pemberontakan, sebagaimana diatur Pasal 7 ayat 2 huruf b angka 1,” kata dia.

Fahmi mengakui ada momok pelanggaran HAM yang kerap disangkutkan ke TNI jika TNI diperintahkan menggelar OMSP untuk menindak gerakan separatis OPM di Papua. Namun, Fahmi meyakini itu dapat diantisipasi manakala ada protokol, prosedur, dan aturan yang jelas.

“Jika (OMSP) itu dilakukan, maka tindakan TNI harus sepenuhnya mengacu pada protokol dan konvensi internasional yang mengatur bagaimana tindakan militer dilakukan terhadap aksi separatisme bersenjata, termasuk juga bagaimana perlakuan terhadap milisi yang tertangkap, non-kombatan, dan warga sipil. Dengan begitu, momok pelanggaran HAM bisa dihindari sepanjang tindakan mereka sepenuhnya berada dalam ruang lingkup protokol dan konvensi,” kata Fahmi, dilansir dari antara.

Terlepas dari itu, dia kembali menegaskan persoalan separatisme di Papua membutuhkan itikad pemerintah dan DPR untuk merumuskan kembali kebijakan dan keputusan politik negara terhadap OPM.

Exit mobile version