BANDUNG, Mediakarya – Bagi sejumlah pejabat, media sosial dinilai menjadi sarana efektif untuk membranding diri, baik itu berkenaan dengan kinerja kepala daerah maupun institusi.
Fenomena ini muncul seiring dengan meluasnya penggunaan platform media sosial. Dampaknya mencakup perubahan dalam interaksi sosial, penyebaran informasi, pembentukan identitas, hingga potensi penyebaran disinformasi dan ujaran kebencian.
Selain itu, bagi sebagian pejabat publik, media sosial diyakini mempercepat dan menyebarkan informasi penting bagi publik secara efektif dan efisien.
Namun, jika tak terkelola dengan baik, hal ini pun rentan memunculkan risiko berkomunikasi.
Seperti halnya dilakukan oleh gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Pria yang kerap disapa KDM ini menggunakan medsos sebagai salah satu instrumen dalam rangka membranding dirinya sebagai gubernur yang lekat dengan masyarakat.
Bahkan, tugas yang seharusnya bisa didelegasikan kepada bawahannya, namun guna mendapatkan perhatian publik, Dedi Mulyadi tak segan-segan untuk turun langsung kepada masyarakat dan diikuti oleh tim kameramennya untuk memvideokan dirinya.
Seperti baru- baru ini beredar di media sosial KDM tengah membentak supir truk tanah diduga lantaran mengotori jalan. Padahal tugas tersebut dapat dilakukan oleh Dinas Perhubungan atau satpol PP.
Namun guna kepentingan konten dan agar mendapatkan perhatian dari masyarakat KDM pun mengambil alih tugas yang seharusnya dilakukan oleh bawahannya.
Namun, popularitas KDM di medsos tidak berbanding lurus dengan kinerjanya. Akibat kebijakannya itu, Dedi Mulyadi mendapat kritikan tajam Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Diketahui bahwa capaian realisasi APBD 2025 Jawa Barat tidak lagi nomor satu. Padahal pada kepemimpinan sebelumnya, provinsi Jabar selalu berada di peringkat pertama, tetapi kali ini merosot ke posisi ketiga nasional, kalah dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Dulu Jawa Barat nomor satu, sekarang Kang Dedi Mulyadi (KDM) kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan (Sri Sultan Hamengkubuwono X). Dan Pak Lalu Iqbal dari NTB sekarang di atas Jawa Barat,” kata Tito, saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah baru-baru ini.
Tito Karnavian lantas meminta Dedi Mulyadi dan jajarannya untuk segera melakukan evaluasi dan percepatan realisasi anggaran.
“Gubernur Dedi Mulyadi harus bergerak cepat. Jawa Barat selama ini selalu menduduki puncak klasemen nasional dalam hal serapan APBD. Sekarang, posisinya merosot dan ini patut jadi perhatian serius,” ucap Tito.
Klarifikasi Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi mengaku bahwa APBD 2025 banyak dialokasikan untuk membayar utang dan sejumlah kewajiban.
Disebutkan bahwa APBD 2025 yang ditetapkan mencapai Rp37 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp6 triliun dianggarkan untuk dibagi ke kabupaten/kota sebagai dana bagi hasil kendaraan bermotor.
Sisanya yang berjumlah Rp31 triliun tidak sepenuhnya bisa digunakan untuk program-program publik.
Hal itu lantaran pemerintah harus membayar sejumlah utang dan kewajiban seperti utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp600 miliar, tunggakan BPJS Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati Rp60 miliar, operasional Masjid Al-Jabbar sekitar Rp40 miliar, dan tunggakan ijazah siswa Rp1,2 triliun, yang dibayarkan melalui dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).
“Banyak yang tanya, berapa anggaran Jabar tahun ini? Rp31 triliun. Tapi jangan dikira semuanya bisa dipakai. Kami harus bayar dulu utang PEN, BPJS, operasional Kertajati, sampai Masjid Al Jabbar,” papar Dedi Mulyadi, Rabu (9/7/2025), dilansir TribunJabar.id.
Menurut KDM, meski kebutuhannya banyak, Pemprov Jabar tetap berupaya mengelola anggaran dengan ketat agar dampak dari pembangunan bisa dirasakan oleh masyarakat.
“Uangnya terbatas, tapi kebutuhan rakyat tetap harus dilayani. Jalan harus bagus, bencana harus ditangani, anak sekolah harus bisa lanjut, santri tetap dapat beasiswa. Itu komitmen saya,” tutur KDM.
KDM juga mengakui bahwa situasi ini tidak mudah. Namun, ia menjamin tak akan lari dari tanggung jawab.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengetatan belanja dilakukan, tetapi tidak dengan mengorbankan hak rakyat.
“Mohon doa dari masyarakat. Kami akan terus bekerja meski dengan napas fiskal yang pendek,” pungkasnya. **