- Kebutuhan direkayasa, bukan dinilai, sebab kajian teknis awal tidak mengarah pada Chromebook. Namun spesifikasi diubah. Ini persis dengan temuan BPK bertahun-tahun, yakni spesifikasi disesuaikan dengan produk, bukan kebutuhan pengguna. Di daerah dengan internet terbatas, Chromebook dipaksakan. Masalah diciptakan, lalu dijual solusinya.
- Lisensi dijadikan gerbang rente, sebab CDM/CEU menjadikan: serial number sebagai alat kontrol; aktivasi sebagai titik monopoli dan sekolah kehilangan kendali atas asetnya sendiri.
BPK dalam berbagai LHP menyebut pola ini sebagai pemborosan akibat desain sistem yang tidak memberikan fleksibilitas dan efisiensi.
Dalam konteks Chromebook, desain itu justru menguntungkan korporasi tertentu secara sistemik. - Platform negara dijadikan etalase legitimasi transaksi lewat SIPLah, itu membuat proyek tampak “bersih”.
Namun BPK sudah lama mengingatkan bahwa: platform pengadaan tidak otomatis menjamin persaingan sehat jika spesifikasi sudah dikunci di hulu; negara hanya mengurusi kasir dan pasarnya sudah diatur sebelumnya.
Dari audit ke hukum: mengapa ini sudah masuk kejahatan korporasi?
Undang-undang Indonesia tidak buta terhadap kejahatan modern. Pasal 20 UU Tipikor menyebut korporasi dapat dipidana jika: memperoleh keuntungan; menyebabkan kerugian negara dan perbuatan dilakukan untuk kepentingan korporasi. Semua unsur ini terpenuhi.
PERMA No. 13 tahun 2016 juga memberi jalan untuk menyita aset korporasi; menjatuhkan denda besar dan mencabut izin usaha.
BPK dalam 10 tahun terakhir telah menyediakan peta masalah; mengukur kerugian dan memberi rekomendasi. Kini bola ada di tangan penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung.
Mengapa semua korporasi harus disidik, bukan sekadar saksi?
Dalam rantai nilai Chromebook ada pemilik platform; ada gatekeeper lisensi; ada integrator; ada marketplace dan ada pabrikan.
Setiap mata rantai itu menikmati manfaat ekonomi; beroperasi dalam satu desain kebijakan dan tidak bisa berpura-pura netral!
Jika hanya individu yang dikorbankan, maka model bisnisnya tetap hidup.
BPK sudah cukup lama menunjukkan kerugian negara sering terjadi karena desain kebijakan yang dikendalikan vendor. Itulah definisi kejahatan korporasi modern.
Penutup
Pendidikan bukan ladang rente, audit bukan formalitas maka kasus Chromebook adalah copy paste akumulasi dari 10 tahun peringatan BPK yang tidak didengar. Pandemi hanya membuka pintu lebih lebar!
Jika penegakan hukum berhenti pada prosedur, individu dan teknis semata maka sejarah akan berulang.
IAW memandang, menyidik korporasi secara menyeluruh bukan pilihan politis, tapi kewajiban hukum. Karena ketika pendidikan dijadikan pasar, dan anak-anak dijadikan alasan, negara tidak boleh kalah oleh desain bisnis! Dan hukum, jika masih berpihak pada kedaulatan, harus membuktikannya sekarang.
