Kesadaran Tipis-tipis Prabowo

Prof. Dr. Yudhie Haryono

Oleh: Yudhie Haryono

Penulis: CEO Nusantara Centre

“Dalam 30 tahun terakhir, kami merasakan dominasi filosofi pasar bebas kapitalis klasik neoliberal, yang pada dasarnya cenderung “laissez-faire” (pasar tanpa intervensi negara), di mana elite Indonesia mengikuti filosofi ini tapi tidak berhasil mengantarkan Indonesia ke kondisi kemakmuran maksimal,” demikian Presiden Prabowo sampaikan dalam pidatonya di mimbar St Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, Rusia.

Ini tesis usang tetapi cukup menarik. Mengapa? Sebab, saat presiden bertesis hal hebat di atas, ia mengangkat agensi-agensi penyembah berhala neoliberal di kabinetnya. Tentu ini “a contradiction in action” yang lucu bin wagu; mengenaskan bin memilukan.

Bagi kami para ekonom bermazhab strukturalis, tesis ini sudah disuarakan berulang-ulang sejak 1974 saat dominasi utang luar negeri makin dominan. Tentu, tesis itu kalah dan dilibas elite pemerintah karena sebagian besar dari mereka adalah “hit man” dan agen dari mazhab neoliberal yang beriman penuh totalitas pada pasar ultraliberal.

Apa yang terjadi saat cara berpikir dan bersikap ekonomi strukturalis dilibas? Adalah keadaan warganegara dalam sembilan posisi yaitu: ketidakberdaulatan, kebodohan, kemiskinan, kesenjangan, kesakitan, konflik, ketidaksalingpercayaan, kepengangguran dan keterjajahan baru (9K).

Induk dari semua keadaan itu adalah ketidakberdaulatan. Tak berdaulat artinya tak mandiri; tak kokoh berdiri sendiri, tak punya ‘sovereignty’ yang oleh Grotius didefinisikan sebagai “that power whose acts are not subject to control of another, so that they may be made void by act of any other human will” (Encyclopedia of Social Sciences, 52).

Ketidakberdaulatan negara kita merujuk pada hilang atau berkurangnya kemampuan negara untuk membuat keputusan politik, ekonomi dan sosial secara mandiri, serta tidak memiliki kontrol penuh atas wilayah dan sumber daya manusia dan alam (SDM dan SDA). Jelasnya, ipoleksosbudhankam kita rapuh dan rentan. Akhirnya disusupi dan diganti oleh para penjajah baru lewat agensi asing, aseng dan asong.

Ketidakberdaulatan ini sangat terlihat di sektor politik, ekonomi, teritorial, hukum, energi dan pangan. Dan, makin tidak berdaya karena kebanyakan elite kita adalah mata-mata yang menjadi petugas dari jaringan global serta kaki tangan mazhab ultra neoliberal yang menyembah pasar bebas.

Secara epistemologis, hal paling telanjang dari posisi ketidakberdaulatan ini terjadi dalam iptek. Hal ini mengacu pada kondisi negara kita yang tidak memiliki kendali penuh atas riset, pengembangan, penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Semua disebabkan oleh matinya nalar, pemujaan mitos, ketergantungan pada negara lain dalam hal teknologi, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, serta lemahnya regulasi dan infrastruktur pendukung.

Kita tahu bahwa tujuan utama iptek adalah meningkatkan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Iptek dikembangkan untuk mempermudah berbagai aspek kehidupan, seperti komunikasi, pekerjaan, akses informasi, serta membantu meningkatkan produktivitas dan daya kolaboratif di berbagai sektor serta menjaga kelestarian lingkungan serta mendorong terciptanya inovasi baru.

Tak ada peradaban besar tanpa iptek. Ia kunci, ia ontologi. Siapa menguasai dan mengembangkannya akan jaya, raya dan berwibawa di jagat raya. Begitupula sebaliknya: siapa menganaktirikan iptek, akan hinalah nasibnya. Dus, tak ada pilihan lain untuk menggapai kedaulatan, ipteklah kunci utamanya.

Dalam kedaulatan iptek ada inovasi. Ini adalah proses meriset, menciptakan, memperkenalkan, mentradisikan dan menerapkan sesuatu yang baru, baik berupa produk, layanan, proses, atau ide, yang memberikan nilai tambah atau perbaikan. Tentu, inovasi tidak selalu bermakna penemuan baru, tetapi juga berupa pengembangan atau perbaikan dari hal yang sudah ada. Lahirlah teori ATM: amati, tiru dan modifikasi.

Singkatnya, inovasi adalah kunci iptek untuk berdaulat, berkemajuan, bermodern dan bermartabat dalam bernegara. Inovasi menjadi ultima bagi perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, mendorong kita untuk terus berpikir kreatif dan mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup dan bersemesta.

Tetapi, jika merujuk pada problema kita yang ada maka, inovasi pendidikan menjadi tugas maha penting. Sebab dari sanalah agensi patriotik kita diproduksi. Inovasi pendidikan di sini dimaksudkan untuk menerapkan ide-ide brilian, konsep-konsep terjenius, metoda-metoda tercanggih dan teknologi terbarukan dalam dunia ini untuk meningkatkan kualitas, kolaboratifitas dan relevansi proses pembelajaran kemanusiaan.

Dengan begitu, inovasi ini bertujuan untuk mengatasi semua masalah yang dihadapi dalam sistem berperadaban, serta menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, termasuk mengerti jahatnya penjajahan baru dan cara mengalahkannya.**

 

Exit mobile version