Ketika Putusan Tipikor Menemukan Jalan Buntu: Negara Tak Boleh Berlagak Tuli atas Kerugian Rp1,253 Triliun

Sekjen IAW Iskandar Sitorus (Foto: Medkar)
  • Ke mana uang mengalir,
  • Siapa yang menikmati
  • Skema kepemilikan sebenarnya,
  • Dan bagaimana pola rekayasa transaksi dibangun.

Tanpa audit forensik lanjutan, negara hanya tahu “berapa yang hilang”, tetapi tidak tahu “siapa yang harus membayar”.

Mahkamah Agung, pertimbangan rehabilitasi tidaj boleh buta fiskal

UUD 1945 pasal 14 memberi kewenangan kepada Presiden untuk memberikan rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Ini berarti MA tidak sekadar memberi pertimbangan formal. MA wajib mempertimbangkan dampak yuridis, sosial, dan keuangan negara.

Pertimbangan rehabilitasi tanpa menyinggung pemulihan kerugian negara adalah pertimbangan yang cacat secara konstitusional. MA seharusnya menegaskan prinsip fundamental, bahwa rehabilitasi tidak menghapus kewajiban perdata dan tidak mematikan hak negara untuk menagih.

Hak Presiden jangan sampai jadi penghapus kerugian korupsi

Presiden memang memiliki hak prerogatif administratif. Tetapi Presiden juga menjadi pemegang kekuasaan pemerintahan yang bertanggung jawab atas keuangan negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Keuangan Negara. Sehingga saat menanda tangani keputusan rehabilitasi tanpa memastikan mekanisme pemulihan kerugian negara sama saja dengan mengirim sinyal berbahaya, idealnya di republik ini, status bisa dipulihkan, tetapi uang negara boleh dilupakan.

Ini bukan soal memusuhi individu. Ini soal menjaga marwah sistem hukum dan martabat keuangan negara.

Kekosongan tanggung jawab adalah bom waktu sistem hukum

Jika hari ini negara membiarkan kerugian Rp1,253 triliun tanpa pihak yang bertanggung jawab, maka yang sedang dibangun sesungguhnya adalah:

  • Preseden impunitas finansial
  •  Pelemahan eksekusi hukum pidana,
  • Demoralisasi aparat penegak hukum,
  • Serta pembenaran bagi korupsi model baru: korupsi yang selesai di meja administrasi.

Ini bukan hanya soal ASDP. Ini soal masa depan penegakan hukum korupsi di Indonesia.

Penutup: negara tidak boleh menjadi penonton kerugian negaranya sendiri

Putusan Tipikor adalah produk sah dari sistem hukum positif Indonesia. Ia tidak boleh dikalahkan oleh satu keputusan administratif. Jika KPK diam, Kejaksaan pasif, BPKP berhenti di laporan, MA memberi pertimbangan setengah hati, dan Presiden tidak mengoreksi, maka yang sesungguhnya sedang kalah bukan hanya keuangan negara, tetapi seluruh bangunan hukum republik ini.

Indonesian Audit Watch menegaskan: kerugian negara bukan angka di kertas. Kerugian negara adalah uang rakyat. Dan uang rakyat tidak boleh berubah menjadi anak yatim piatu karena negara memilih diam.

Exit mobile version