JAKARTA, Mediakarya – Kasus korupsi kuota haji 2023-2024 kini memasuki babak baru. Hal tersebut menyusul adanya temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut bahwa salah satu perusahaan travel haji dan umroh diduga telah menghilangkan barang bukti.
Bukti dugaan itu ditemukan saat tim penyidik KPK menggeledah kantor Maktour di Jakarta pada Kamis, 14 Agustus 2025.
“Yang kami terima informasinya bahwa penyidik menemukan adanya dugaan penghilangan barang bukti. (Bukti penghilangan barang bukti) yang ditemukan di kantor MT (Maktour) yang berlokasi di wilayah Jakarta,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Namun demikian, pihaknya belum mau mengungkap bukti apa yang ditemukan dan dikantongi penyidik terkait dugaan penghilangan barang bukti itu. Yang jelas, kata Budi, bukti yang telah dikantongi sedang dianalisa dan didalami.
“(Bukti) penghilangan secara spesifik nanti coba kami cek ya,” tutur Budi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, salah satu cara menghilangkan barang bukti diduga dilakukan dengan membakar dokumen manifes kuota haji yang diterima Maktour Travel, oleh staf Maktour.
Jika ditemukan dua alat bukti atau sudah memenuhi unsur perintangan penyidikan, KPK tak segan menerapkan pasal 21 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu berisi tentang adanya upaya merintangi, menghalangi, hingga menghilangkan barang bukti dalam pengusutan kasus korupsi.
“Tentunya penyidik akan menganalisis apakah penghilangan atau upaya penghilangan barang bukti itu masuk dalam unsur perintangan penyidikan atau tidak,” ucap Budi.
Pendalaman dugaan perintangan penyidikan yang sedang dilakoni lembaga antirasuah sejurus dengan pengusutan dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 yang sedang bergulir ditahap penyidikan. Di mana dalam pengusutan korupsi kuota haji, KPK telah mencegah sejumlah pihak, salah satunya pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur. Dalam proses pengusutan berjalan, Fuad juga telah diperiksa penyidik KPK.
Tak hanya Fuad, sejumlah pegawai Maktour telah diperiksa penyidik KPK. Bahkan, KPK telah menyita sejumlah uang yang ditaksir bernilai miliaran rupiah dari Maktour Group.
“Terkait dengan dugaan kerjaan keuangan negaranya, sangkaan pasal 2 pasal 3 dalam jual beli kota hajinya. mulai dari diskresinya, mengapa ini diskresi dilakukan, kemudian pendistribusianya, kemudian sampai ke jual beli kota haji ini oleh para Biro Travel atau PIHK,” tandas Budi.
IAW: Segera Proses Hukum Pelaku dan Intelektual Dader Obstruction of Justice Dugaan Korupsi Kuota Haji
Menanggapi dugaan penghilangan barang bukti oleh salah satu biro travel atas kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus ikut angkat bicara.
Menurutnya, korupsi kuota haji 2023–2024 yang melibatkan sejumlah biro perjalanan haji dan umrah, termasuk Maktour Group, ada beberapa hal krusial yang perlu mendapat perhatian publik dan otoritas penegak hukum.
Pertama, jika bukti awal bahwa dokumen manifes atau dokumen kuota haji memang dihilangkan (termasuk dugaan pembakaran dokumen), maka ini bukan sekadar maladministrasi, tetapi berpotensi merupakan tindak pidana yang mengarah pada perintangan penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur Pasal 21 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Iskandar menegaskan, jika dua alat bukti terpenuhi untuk unsur perintangan penyidikan, KPK harus menindaklanjuti tanpa ragu sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kedua, dari ranah substansi kasus: jika ada praktik jual-beli kuota haji khusus, penyimpangan terhadap tata kelola kuota (UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah), serta dugaan aliran dana yang merugikan negara maka hal ini wajib dikawal sampai tuntas.
Menurutnya, perkiraan kerugian yang beredar dalam penelusuran mencapai skala besar (diperkirakan triliunan), dan temuan penyitaan sejumlah uang mendekati ratusan miliar menunjukkan skala masalah yang serius.
“Untuk itu IAW mendesak penghitungan kerugian negara dilakukan transparan, independen, dan diaudit sehingga publik dapat mengetahui besaran dan mekanisme kerugian tersebut,” ungkap Iskandar kepada Mediakarya, Rabu (26/11/2025)
Ketiga, soal prosedur penyidikan: IAW meminta KPK untuk bersikap lebih tegas dan membuka informasi material kepada publik sesuai batasan hukum penyidikan.
“Keterbukaan yang proporsional, misalnya ringkasan temuan kunci, langkah hukum yang ditempuh, dan alasan pencegahan terhadap pihak-pihak terkait, penting untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah spekulasi yang merugikan proses hukum,” beber dia.
Di saat yang sama, IAW memahami kebutuhan KPK menjaga kerahasiaan penyidikan yang dapat merusak proses pembuktian bila dibocorkan terlalu dini; namun itu tidak boleh menjadi alasan untuk kebuntuan informasi yang menimbulkan kecurigaan publik.
Keempat, IAW mendesak agar setiap indikasi penghilangan barang bukti, aliran dana, dan keterlibatan oknum di instansi terkait, termasuk bila perlu pemeriksaan menyeluruh terhadap peran “juru simpan” atau perantara, diusut sampai ke akar.
“Jika ditemukan bukti keterlibatan pejabat atau mantan pejabat, proses hukum harus berlaku sama tanpa pengecualian,” ujar dia.
IAW juga mengimbau kepada semua pihak yang diperiksa untuk bersikap kooperatif. Penegakan hukum yang tegas dan transparan adalah satu-satunya jalan untuk memperbaiki tata kelola haji dan mengembalikan hak calon jemaah yang selama ini dirugikan.
“Tentunya, kami akan terus mengikuti perkembangan penyidikan dan menuntut akuntabilitas penuh dari lembaga penegak hukum,” pangkas Iskandar.




