Kranggan Jaga Adat dan Budaya Warisan Leluhur

Sesepuh adat sedang menanam hasil bumi serta kepada kebo bule di wilayah Kranggan dalam acara peringatan Sedekah Bumi Sewindu Sekali dan Ngarak Kebo Bule

“Ini baru pertama kali sejak saya dari lurah di sini saya kan baru tiga tahun setengah, jadi ini lebaran tahun Alip pertama saya di Kranggan,” imbuhnya.

Ia juga sangat mengapresiasi rasa gotong royong atau guyub dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Rasa guyub yang ditunjukkan oleh segenap warga menjadikan kegiatan semakin meriah.

“Contohnya ialah bagaimana warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini, ada yang punya beras mereka sumbangkan beras, ada yang punya kue mereka sumbangkan kue bahkan ada yang hasil bumi mereka juga berpartisipasi, ini sangat luar biasa artinya masyarakat Kranggan ini masih sangat guyub dan kita lihat di tengah-tengah Kota ini masyarakat yang guyub sudah sangat sedikit,” tukasnya

Sekedar diketahui, berdasarkan data yang dihimpun, Kranggan berasal dari tokoh pendiri kampung Kranggan bernama Raden Rangga. Raden Rangga ini adalah seorang bangsawan dari kerajaan Padjajaran. Lainnya mengatakan bahwa asal- usul kampung ini berasal dari kata “keranggan” yakni tempat pemerintahan pejabat pada jaman dahulu yang biasa disebut dengan Rangga.

Di kelurahan Jati Rangga, dahulu disebut dengan kampung Rangga, terdapat sebuah peninggalan yang berbentuk sebuah gapura. Pada gapura tersebut terdapat tulisan dalam Bahasa Indonesia “Kraton Paserean Selamiring Embahuyut Kranggan”. Selamiring diambil dari dua kata yaitu sela yang berarti kereta yang ditarik oleh kuda, dan kata miring, yang berarti tidak tegak.

Kata selamiring berkaitan dengan mitologi lokal, perjalanan seorang Pangeran dari Padjajaran, yang bernama pangeran Rangga, yang bersembunyi pada daerah ini untuk menghindari gerakan pangeran Kiansantang dalam rangka penyebaran agama Islam diwilayah padjajaran.Dan menurut sumber, ada juga yang mengatakan bahwa keranggan berasal dari kata “keranggan” yang berarti tempat istirahat. Konon, ditempat inilah Prabu Siliwangi beristirahat deri perjalanan yang jauh dan pada tempat inilah Prabu Siliwangi “moksa” atau mencapai tingkat kesucian tertinggi. (Mme)

Exit mobile version