KTT Ke-42 ASEAN: Ada Setumpuk PR yang Menanti

Tiga poin lainnya yakni penunjukan Utusan Khusus ASEAN guna memfasilitasi proses dialog, pemberian peluang pertemuan bagi utusan tersebut dengan para pihak bertikai serta dibukanya akses bagi penyaluran bantuan kemanusiaan bagi penduduk Myanmar.

Alih-alih melaksanakan lima butir konsensus ASEAN, junta Myanmar seolah-olah mencemoohnya dengan menyebutkan “Kami baru akan mengimplementasikannya setelah mengalahkan teroris (massa prodemokrasi-red)”. Pernyataan itu alias sama saja dengan menolaknya.

Konsisten pada Komitmen

Sementara itu ke depan, seperti disampaikan oleh dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pajajaran Teuku Rezasyah, ASEAN harus konsisten pada komitmen terkait Zona Damai, Bebas dan Netral (Zopfan), Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) dan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).

“ASEAN juga harus tetap tegas atas komitmennya, tidak berniat masuk aliansi militer mana pun, “ ujar Rezasyah, dikutip dari antara.

Mengenai negosiasi antara ASEAN dan China terkait Panduan Tata Perilaku (CoC) di Laut China Selatan (LCS) yang sudah dimulai sejak 2002, sampai hari ini hasilnya belum terwujud sehingga perlu dituntaskan.

Kawasan LCS seluas dua juta km persegi yang 90 persen yang diklaim oleh China dan masih disengketakan oleh Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam sewaktu-waktu bisa berpotensi menuai konflik jika CoC belum disepakati.

RI tidak memiliki wilayah sengketa di LCS, namun klaim China di kawasan dalam sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) termasuk di wilayah ZEEI sebagai perairan operasi nelayan tradisionalnya juga bisa berujung konflik.

Segudang pekerjaan rumah atau PR masih tersisa untuk dituntaskan oleh presidensi RI di ASEAN 2023 dan juga negara-negara anggota lain yang nanti memegang tongkat estafet tahunan berikutnya. (q2)

Exit mobile version