“Indonesia itu kan memang beda. Sampah kita itu kebanyakan sampah basah. Meski sudah dipilah, tapi sampah kita memang karakternya masih sampah-sampah yang basah. Sehingga muncul persoalan dengan bau yang tidak sedap apabila dalam pengangkutannya butuh dan masih terbuka ataupun ada kebocoran lindi, yang berujung polemik di masyarakat ,” bebernya.
Wakil Bendahara DPP PDIP itu menilai keterlambatan pengoperasian RDF Plant, Rorotan merupakan langkah terbaik. Meski, diakuinya dengan keterlambatan pengoperasian RDF Plant berpengaruh pada keuangan Pemprov DKI karena harus membuang sampah ke TPS Bantar Gebang, Bekasi.
“Saya kira lebih baik terlambat, tapi segala persoalan bisa terselesaikan. Dan harus diakui, jika RDF Plant sukses, tentu hal ini akan menjadi percontohan,” jelasnya.
Lebih jauh, anggota DPRD DKI tiga periode itu pun berharap jika pada dua pekan mendatang pengoperasian bisa dimulai lagi dan dapat berjalan lancar. Pada 2026 mendatang, RDF Plant, Rorotan, Jakarta Utara bisa melakukan pengolahan sampah dalam jumlah yang optimal dalam sehari.
“Kita harapkan tahun depan itu harusnya udah bukan 2.500 yang di RDF Rorotan. Harus sudah ada penambahan-penambahan pengelolaan sampah lagi di wilayah lain seperti yang kita lakukan di RDF Plant, Rorotan ataupun skala kecil. Sehingga bisa mengurangi sampah yang kita kirim ke Bantargebang.
Dinas terkait dan juga KSO-nya harus mempercepat semua masalah yang ada, sehingga bisa lebih cepat untuk berjalan dengan optimal,” ungkap anggota DPRD DKI yang terpilih dari dapil Jaksel itu.
