JAKARTA, Mediakarya – Baru-baru ini publik dihebohkan dengan beredarnya video di grup WhatsApp terkait dengan pernyataan dukungan dari kelompok masyarakat terhadap salah satu calon kepala daerah yang akan berkontestasi pada pilkada Kota Bekasi mendatang.
Diketahui, deklarasi dukungan dari kelompok masyarakat menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah merupakan hal yang lumrah. Namun dinilai terlihat janggal ketika sekelompok orang yang mendeklarasikan dukungan itu disumpah atau dibai’at.
Di mana dalam acara yang diduga dipandu oleh salah satu calon kepala daerah (cakada) nomor urut 3 Tri Adhianto itu disebutkan bahwa jika kelompok yang menyatakan dukungan terhadap pasangan Tri Adhianto-Harris Bobihoe itu melanggar janji maka siap menerima azab dari Allah.
Anehnya lagi, pernyataan janji dari sekelompok orang dengan mengangkat tangan sebelah kanan itu, salah satu poin diselipkan kata-kata bahwa janji itu dibuat tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Namun yang jadi pertanyaan kenapa janji dukungan itu dipandu oleh Tri Adhianto itu sendiri. Sehingga memunculkan persepsi bahwa draft naskah dukungan itu telah dibuat oleh cakada nomor urut 3 tersebut.
Menanggapi hal itu, direktur eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah menilai bahwa pernyataan sikap dari sekelompok masyarakat yang menyatakan sumpah dan janjinya siap mendukung pasangan Tri Adhianto-Harris Bobihoe merupakan tindakan yang berlebihan. Terlebih ada kata-kata jika sekelompok masyarakat itu melanggar janji maka siap menerima azab dari Allah SWT.
“Seharusnya bukan masyarakat yang disumpah, justru sebaliknya, bahwa calon pemimpin itu sendiri yang harus diambil sumpahnya. Seperti jika calon pemimpin tersebut tidak amanah maka ia harus siap menerima azab dari Allah Subhanahu Wata’ala,” ujar Iskandar kepada Mediakarya, Ahad (6/10/2024).
Iskandar juga mempertanyakan, sejak kapan masyarakat bersumpah kepada calon pemimpinnya. “Ini justru di Kota Bekasi ada fenomena menarik, cakada mengarahkan kepada pendukungnya agar berjanji setia. Bahkan jika melanggar janjinya harus menerima konsekuensi mendapatkan azab Allah,” jelasnya.
“Masa masyarakat yang memiliki hak suara disuruh berjanji. Ini artinya ada kekhawatiran dari Tri Adhianto sendiri karena takut ditinggalkan oleh pendukungnya,” imbuhnya
Pertanyaan yang mendasar lagi, kata dia, apakah Tri siap menerima azab dari Allah jika melanggar sumpah dan janjinya sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi?
Iskandar juga menilai bahwa masyarakat tidak pernah mempermasalahkan siapa yang akan memimpin Kota Bekasi dalam lima tahun kedepan.
Namun yang diinginkan masyarakat adalah hadirnya calon pemimpin yang amanah, bukan calon pemimpin berkedok “malaikat palsu”.
“Seharusnya yang disumpah itu Tri Adhianto. Apakah dia (Tri) bisa membantah atau menjawab sejumlah tudingan terkait kasus dugaan korupsi yang dilaporkan oleh aktivis antikorupsi ke KPK dan Kejaksaan Agung,” katanya.
Menurut dia, jika pemimpin itu bersih, tak perlu harus menekan pendukungnya untuk mengucap janji setia. Sebab bila calon pemimpin itu amanah dan memenuhi segala janji politiknya, sudah dipastikan bakal dipilih. **