Rape hanya terjadi ketika salah satu pihak tidak berkehendak dan tidak bersepakat akan persetubuhan yang mereka lakukan. Hal sedemikian rupa tidak berlaku pada anak-anak.
Kendati anak dianggap berkehendak dan bersepakat, serta-merta kedua hal tersebut ternihilkan. Anak tetap dianggap tidak berkehendak dan tidak bersepakat. Dengan demikian, apa pun suasana batin anak ketika disetubuhi, serta-merta anak disebut sebagai korban pemerkosaan atau korban persetubuhan.
“Jadi, jangan risau pada diksi yang polisi pakai. Polisi justru berdisiplin dengan istilah yang dipakai dalam UU Perlindungan Anak,” ungkap Reza.
Reza menuturkan bahwa siapa pun yang menyetubuhi anak tersebut, termasuk oknum anggota Brimob, pasti akan diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Jenis kejahatan seksualnya, lanjut dia, adalah persetubuhan dengan anak atau statutory rape alis pemerkosaan yang ditentukan sepenuhnya oleh hukum, bukan oleh ketiadaan kehendak dan kesepakatan dari pihak korban.