Penyerobot Tanah Miliknya Kabur ke Luar Negeri, Sahrul Minta Agar Kasusnya Ditarik ke Polda NTB  

Ditandai warna merah, Tanah Sahrul Bosang SB5 yang diduga diserobot oleh warga negara Yaman.

SUMBAWA, Mediakarya – Kasus penyerobotan tanah di Desa Moya, Kecamatan Moya Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang diduga melibatkan warga negara asing berketurunan Yaman, hingga saat ini menjadi jalan panjang Sahrul Bosang, selaku ahli waris pemilik lahan dalam memperjuangkan hak atas tanah yang sudah dijadikan komplek perumahan.

Sahrul mengaku bahwa dirinya telah melaporkan kasus dugaan penyerobotan  tanah miliknya itu ke Polres Sumbawa. Bahkan pihak kepolisian sendiri telah berupaya melakukan mediasi antara pihak PT. JWI sebagai Terlapor dan Sahrul Bosang sebagai pihak Pelapor.

Sahrul mengungkapkan, di lokasi tanah miliknya di Desa Moyo itu saat ini telah berdiri bangunan perumahan Hayatu Saida Residence, yang berlokasi di SB5-2 disebut area Elong Bareran dengan SHM No.1881 th2020 dan SB5-1 SHM No.211 Tahun 1985.

Dia juga menyayangkan pihak pengembang dalam hal ini Syekh Ali sebagai direktur, tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah tersebut. Bahkan, warga Yaman itu kabarnya belum juga kembali ke Indonesia setelah perumahan yang dibangunnya itu disegel oleh pihak Polres.

Padahal sebelumnya, kata Sahrul, pihak Syekh Ali sebagai direktur memberikan biaya kompensasi senilai Rp1,5 miliar atas tanah yang diduga diserobot oleh PT. JWI. Kesepakatan  itu terungkap saat pertemuan sebelumnya pada 10 Maret 2022, di Bogor Jawa Barat.

“Dalam pertemuan antara kami dengan pihak Syekh Ali telah dijelaskan oleh Kades Moyo kepada Direktur PT. JWI yang baru dalam hal ini adalah Wahib Saleh Saeeb Al-Batati di depan penyidik, dan para pihak terkait lokasi SB-5 pada 28 Desember 2024 di Polres Sumbawa,” ujar Sahrul kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/7/2025).

Sahrul menilai persoalan sengketa tanah antara dirinya dengan T JWI itu pada dasarnya dapat diselesaikan dengan mudah jika Kepala Desa Moya dalam hal ini Junaedi, mencabut akta sporadik yang ditanda tanganinya.

Dia pun meminta Kades Moyo ikut bertanggungjawab atas sporadik di atas lokasi SB5-2 yang ditandatanganinya. Sehingga kasus sengketa tanah miliknya itu kian runyam, lantaran Syekh Ali melarikan diri ke Pakistan.

“Sebenarnya sederhana saja, jika Kades Junaedi mencabut akta sporadik atas tanah milik saya yang diserobot oleh Direktur PT. JWI yang baru dalam hal ini adalah Wahib Saleh Saeeb Al-Batati maka sengkarut tanah di Moya cepat clear, bukan seperti sekarang berlarut-larut,” ungkap Sahrul.

Atas kasus hukum yang saat ini terus berlarut-larut dan belum juga ada titik temunya, Sahrul akan mempertimbangkan untuk melaporkan ke Polda Nusa Tenggara Barat, sehingga dapat mempertimbangkan langkah hukum yang konkret guna menyelesaikan kasus dugaan penyerobotan tanah miliknya oleh WNA Yaman.

“Kami tentu berharap agar kasus ini ditarik ke Polda NTB, sehingga ada titik terang, tidak seperti sekarang ini kasus yang menimpa saya sebagai korban penyerobotan tanah ini masih menggantung,” jelasnya.

Pihak PT JWI Dituding Komit Terhadap Kesepakatan

Seperti diberitakan sebelumnya, Sahrul Bosang, pemilik tanah di Desa Moyo Hilir, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, hingga kini terus mencari keadilan atas lahannya yang diduga dikuasai oleh pihak pengembang.

Sahrul menuturkan, bahwa dirinya pada 30 Januari 2025 menyambangi lahannya yang diduga diserobot PT. JWI yang saat ini tengah berdiri bangunan perumahan Hayatu Saida Residence di Desa Moyo, yang berlokasi di SB5-2 disebut area Elong Bareran dengan SHM No.1881 th2020 dan SB5-1 SHM No.211 Tahun 1985.

Dia menyayangkan bahwa hingga saat ini tanah yang diserobot oleh pihak pengembang belum ada tanda-tanda merealisasikan kesepakatan waktu tentang biaya kompensasi senilai Rp1,5 miliar yang diduga diserobot oleh PT. JWI dalam hal ini Syekh Ali sebagai direktur. Padahal berdasarkan kesepakatan pertemuan sebelumnya pada 10 Maret 2022, di Bogor Jawa Barat bahwa telah ada kesepakatan terkait dengan penyelesaian kompensasi tersebut.

“Konkretnya tentang pertemuan saya dengan Syekh Ali telah dijelaskan oleh Kades Moyo kepada Direktur PT. JWI yang baru dalam hal ini adalah Wahib Saleh Saeeb Al-Batati di depan penyidik, dan para pihak terkait lokasi SB-5 pd 28 Desember 2024 di Polres Sumbawa,” ujar Sahrul kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/2/2025).

Padahal lajut dia, kedudukan Syekh Ali di PT. JWI diganti oleh Wahib Saleh Saeeb Al-Batati seharusnya sanggup mengkomunikasikan masalah PT. JWI yang timbul di atas lahan SB-5 total sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Kades Moyo Junaidi.

“Syekh Ali lalai atas kesepakatan dengan Kades Moyo tentang Sporadik yang ditandatangani oleh Kades untuk diberitahukan kepada saya sebagai pihak pemilik lahan SB-5 total yang berada di Jakarta/ Bogor/ Purwakarta,” kata Sahrul.

Selain itu, kata Sahrul, Syekh Ali lalai memberitahukan dirinya setelah SB-5/ area Elong Bareran terbit SHM No.1881 th2020 sehingga ekspansi PT. JWI ke arah timur dilakukan dengan leluasa.

“Ada 2 SHM yang penguasaannya berbeda diserobot oleh Sulaiman. Bahkan dia pun pada 15 Oktober 2019 sudah mengakui kepada pak Pato bahwa dirinya tidak memiliki tanah,” ungkap Sahrul.

Kondisi tersebut diperparah dengan didapatinya deretan unit rumah di atas lahan SB-5 yang semakin masif justru setelah Sahrul Bosang melakukan Aksi pemagaran pada 07 Oktober 2024.

Sahrul mengungkapkan, bahwa sebelumnya ada permohonan PT. JWI kepada Penyidik Polres Sumbawa, kemudian berhasil mempertemukan dirinya dengan Direktur PT.JWI yang ketiga kalinya.

“Di mana pertemuan pertama atas prakarsa Syekh Ali sendiri pada 10 Maret 2022 bertemu dengan saya di Bogor dengan alasan Syekh Ali merasa terganggu diuber terus secara agresif oleh pak Pato di Sumbawa,” katanya.

Hasil dari pertemuan Bogor, Syekh Ali mengakui lokasi SB-5 bahwa dirinya berjanji akan memberikan kompensasi kepada Sahrul Bosang sebagai pemilik lahan.

“Namun lagi-lagi janji tinggal janji tetap berproses walaupun arahnya tidak menentu, masa dan waktu pun berganti sejak tgl 10 Maret 2022 hingga hari tgl 29 Juli 2025 tidak ada khabar berita dari Syekh Ali,” ungkap Sahrul.

Kemudian, pertemuan kedua dimediasi oleh Kades Moyo pada 08 Oktober 2024 bertempat di Hotel Transit Sumbawa yaitu sehari setelah Sahrul melakukan pemagaran lokasi SB-5 pada 07 Oktober 2024.

Saat itu, direktur PT. JWI menemui Sahrul, dan kembali membahas soal kompensasi SB-5 sebesar 1,5 miliar. Namun, dalam pertemuan itu tidak ada hasil.

Selanjutnya pada pertemuan ketiga yang dimediasi oleh penyidik Polres Sumbawa pada 28 Desember 2024.
Hasil dari pertemuan di Polres Sumbawa bahwa Direktur PT. JWI berjanji memberi keputusan waktu pada 29 Desember 2024 namun kembali tak ditepati kemudian mundur ke 02 Januari 2025 dan mundur lagi ke 12 Januari 2025 dan terakhir minta mundur lagi ke akhir Januari 2025 atau awal Februari 2025.

“Mereka beralasan bahwa Mitranya akan datang dari Negara Yaman. Setelah itu tdk ada khabar berita lagi hingga hari ini 29 Juli 2025,” jelasnya.

Dalam pertemuan sebelumnya di Polres Sumbawa pada 28 Desember 2024 Direktur PT. JWI dalam hal ini Wahib Saleh Saeeb Al-Batati menyepakati adanya kompensasi yang dibayarkan kepada pihak Sahrul. Namun demikian pihak Sahrul menyatakan jika pembayaran Kompensasi SB-5 dilakukan setelah bulan Februari 2025 maka kompensasinya naik menjadi 2,5 miliar.

“Karena sebagai Pemilik lahan SB-5 saya seringkali dikecewakan sejak 10 Maret 2022. Penetapan kompensasi sebesar 2,5 miliar tersebut adalah atas dasar harga diri saya yang terus menerus dipermainkan oleh PT. JWI sementara pembangunan unit rumah diatas lokasi SB-5 sudah distop sejak 30 Januari 2025,” ujarnya. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *