Pernyataan “Gubernur Konten” Resahkan Insan Pers

Dicky Machruzar Siregar

JAKARTA, Mediakarya – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi alias KDM rupanya tak henti-hentinya menjadi sorotan publik. Bukan karena prestasinya yang ditorehkan, namun kebijakan yang kontroversinya itu kerap mendapatkan reaksi beragam dari sejumlah pihak.

Seperti baru-baru ini beredar video mantan Bupati Purwakarta itu memaki-maki supir truk lantaran mengangkut tanah dan mengotori jalan. Tidak berhenti sampai di situ, Dedi pun saat menghadiri acara memaki maki sekelompok pemuda yang membentangkan poster sebagai bentuk penyampaian aspirasi kepada sang gubernur yang kerap disapa Bapa Aing.

Namun, bukannya mendapatkan perlakuan yang ramah, sebagaimana seorang bapak memperlakukan anaknya dengan kasih sayang. Akan tetapi Dedi saat melihat poster yang dibentangkan oleh sekelompok pemuda itu membuatnya murka.

Dengan garang, Dedi yang semula duduk langsung beranjak berdiri dan bertolak pinggang dan mata melotot menunjuk-nunjuk ke arah sekelompok pemuda yang membentangkan sepanduk tersebut. “Saya tidak terima, saya tidak terima,” ucap Dedi, dengan muka penuh amarah, seperti dalam potongan video yang viral viral di media sosial.

Meski gaya KDM itu kerap dikecam mayoritas masyarakat Jawa Barat, akan tetapi, orang nomor satu di Jabar itu tak mau mengevaluasi perilakunya yang dinilai arogan dan hanya berani kepada kaum yang lemah.

Anehnya, saat berdampingan dengan sejumlah pengusaha dan kelompok elit, mantan politisi Golkar itu terlihat ramah dan santun serta dengan penuh keakraban.

Kemudian, kebijakan Dedi teranyar yang dituding kontroversi yaitu dengan secara terang terangan mengajak masyarakat untuk tidak bekerjasama dengan media. Statemen itu viral di media sosial dan menyakiti perasaan insan media.

Padahal media salah satu corong bagi masyarakat, terlepas saat ini ada media sosial itu hanya bisa jadi milik pribadi, berbeda dengan produk media atau jurnalis, semua ada pertanggungjawabannya.

Praktisi media yang juga jurnalis senior, Dicky Machruzar Siregar menyayangkan pernyataan KDM yang dinilai bagian dari pembungkaman kebebasan pers dan membatasi ruang media sebagai salah satu pilar keempat demokrasi.

“Sebutan ini mengacu pada peran penting media dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dan lembaga publik, serta memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat,” kata Dicky kepada Mediakarya, Senin (7/7/2025).

Terkait dengan pernyataan KDM itu, Dicky melayangkan Surat Terbuka yang intinya memprotes pernyataan gubernur yang kerap membuat konten pencitraan itu yang dinilai meresahkan insan pers.

Berikut surat terbuka Dicky Machruzar Siregar kepada Dedi Mulyadi:

Surat Terbuka untuk “Gubernur Medsos” Jawa Barat: Like Bukan Legitimasi, Story Bukan Demokrasi!

Kepada Yth:
Bapak Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Gubernur,

Kami mendengar pernyataan Anda: “Media sosial lebih penting daripada media massa.” Sederhana tapi menyesakkan dada.

Apakah sekarang kebenaran cukup diukur dari view dan like? Apakah demokrasi cukup dikendalikan dengan story 15 detik tanpa verifikasi?

Bapak Gubernur,
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 3 ayat (1) menyatakan:

> “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.”

Pasal 4 ayat (3) menyatakan dengan tegas:

> “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”

Apakah Anda ingin mengganti pasal-pasal itu dengan tombol “share” dan “comment”?

Apakah kami para wartawan, harus ikut antre untuk menyalin ulang narasi dari akun TikTok Anda, agar dianggap mendukung pembangunan Jawa Barat?

Pak Gubernur,
Kami ingatkan, media sosial hanyalah etalase, bukan ruang kontrol. Anda boleh viral setiap hari, tetapi viralitas bukan ukuran transparansi, apalagi tanggung jawab publik.

Saat kami mewawancarai rakyat kecil, saat kami menulis keluhan masyarakat pinggir kota, saat kami menyuarakan ketidakadilan, itu adalah bagian dari tugas pers yang dijamin undang-undang. Tugas kami bukan menambah like Anda, tapi memastikan kebijakan Anda adil untuk semua rakyat.

Kami bukan buzzer. Kami bukan admin konten. Kami bukan humas kekuasaan.

Jika media hanya dipandang sebelah mata, lalu Anda berharap kritik dan koreksi dari mana? Atau Anda sudah merasa cukup dengan puja-puji netizen di kolom komentar yang penuh emoji dan sticker?

Kami menuntut klarifikasi dari Anda. Bukan sekadar klarifikasi untuk pers, tetapi untuk publik Jawa Barat yang Anda pimpin.

Pers bukan pesaing akun medsos Anda. Pers adalah pilar demokrasi, pilar yang Anda injak dengan pernyataan Anda. Jika hari ini Anda meremehkan pers, esok lusa rakyat akan tahu Anda sedang menyiapkan panggung untuk tepuk tangan sendiri.

Pak Gubernur,
Demokrasi itu kritik, bukan konten. Transparansi itu klarifikasi, bukan gimmick. Keadilan informasi itu akses terbuka untuk semua media, bukan hanya untuk akun pribadi Anda.

Kalau semua hanya disiarkan dari kamera selfie Anda, apa bedanya Jawa Barat dengan vlog pribadi Anda?

Hormati kami, hormati publik.

Kami akan tetap bekerja, meski Anda hanya percaya pada algoritma.

Hormat saya,

(Insan Pers yang percaya demokrasi bukan sekadar trending topic)

**

Exit mobile version