Polemik Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Kemana Intelijen?

Ijazah S1 Jokowi yang beredar di media sosial (Foto: Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Pengamat politik dan kebijakan publik Irwan Suhanto menduga ada sekenario besar di balik polemik dugaan ijazah palsu milik Presiden ke 7 Joko Widodo yang saat ini terus bergulir di ruang publik.

Dia mempertanyakan jika kasus dugaan ijazah palsu itu baru mencuat setelah Jokowi sudah tidak menjabat sebagai pejabat publik, baik itu Wali Kota Solo, Gubernur DKI maupun Presiden RI dua periode.

Irwan mengisahkan sosok Sarwono Kusumaatmaja di saat uisa 40 tahun saat dicalonkan sebagai Sekjen Golkar di era orde baru. Di mana sebelum menjabat terlebih dahulu di-profiling. Seperti di mana SD, SMP-nya, temannya siapa, SMA-nya di mana, kuliahnya, teman dia selama kuliah siapa, setelah itu dia kerja di mana aja, ijazahnya bagimana asli atau tidak.

“Dan itu memang tugas intelijen negara sebagai institusi yang berwenang untuk memprofiling calon Padahal di era intelijen ’80-’90-an teknologi belum secanggih sekarang. Itu aja udah diprofiling. Nah, hari ini mau jadi pejabat mana pun kita di-profiling. Mau jadi caleg aja di-profiling apalagi mau mencalonkan presiden,” ungkap Irwan kepada Mediakarya di Jakarta, Ahad (12/10/2025).

Jika sekelas pejabat-pejabat di bawah presiden saja ada profiling, dia pun memastikan bahwa setiap calon presiden yang akan bertarung dalam Pilpres maka sebelumnya di-profiling oleh lembaga yang berwenang.

“Lalu tiba-tiba setelah 10 tahun berkuasa baru kita ribut soal ijazahnya palsu. Nah, selama 10 tahun ini lembaga-lembaga yang tugasnya mem-profiling ke mana? Atau jangan-jangan mereka bagian integral di balik skenario munculnya ijazah Jokowi ini,” ungkap Irwan.

Irwan meminta pihak yang diduga ikut terlibat dalam pembuatan ijazah Jokowi agar ikut bertanggungjawab bukan malah melemparkan kesalahannya kepada Jokowi, KPU dan Polisi.

Mantan aktivis 98 itu menduga bahwa pembuatan ijazah milik Jokowi memang hasil kerja bersama. Untuk itu, yang harus disalahkan adalah pihak yang meloloskan dari awal Jokowi dicalonkan sebagai Wali Kota Solo.

Menurut dia, KPU hanya lembaga administratif. Ia pun tak sependapat jika KPU dijadikan kambing hitam dalam lolosnya Jokowi sejak jadi kepala daerah hingga presiden.

“Saya kasih salah satu contoh,  Megawati ini Ketua Umum PDIP, dia yang memberi rekomendasi pada Jokowi saat mencalonkan Wali Kota Solo. Sementara Megawati bersahabat dengan profesor intelijen, namanya Hendropriyono. Apa iya Hendro enggak tahu nih soal gini-ginian? Batal profesor intelijennya kalau Hendro enggak tahu soal ijazah Jokowi. Kan dia ngaku profesor intelijen,” kata Irwan.

“Bagaimana intelijen kita mau menangkal serangan asing? Kalau ada orang pakai ijazah palsu jadi presiden aja lolos di Indonesia. Kan begitu logikanya kita. Nah, sekarang yang disalahin malah Jokowi, Polisi, KPU,” imbuh Irwan.

Jika ijazah itu benar-benar palsu, dia menilaianya bahwa Jokowi hanya sebagai pihak yang menikmati fasilitas itu, sementara KPU pihak hanya lembaga administrasi, dan pihak kepolisian pun tentu tahu jika memang itu palsu tidak mungkin dikerjakan oleh seorang Jokowi sendiri melainkan melibatkan lembaga secara kolektif.

“Jokowi hanya menjadi penikmat fasilitas yang diberikan. Enggak logis ini kita tiba-tiba sekarang menyalahkan tiga pihak. Nah, pertanyaan sekarang, orang-orang yang mempermasalahkan ijazah itu, di belakangnya siapa? Jangan-jangan di belakangnya orang-orang yang sama dengan orang yang bikin ijazahnya,” katanya.

Irwan juga menyayangkan Rismon, Tifa dan Roy Suryo yang hanya berkutat kepada persoalan objek ijazah yang diduga palsu tersebut tanpa merunut bagaimana barang tersebut dapat lolos di KPU.

“Sehebat itukah Jokowi? Kita seperti menempatkan Jokowi terlalu hebat. Bikin ijazah, membohongi KPU, membohongi BIN, membohongi BAIS, membodohi Intelkam Polri, membohongi lembaga negara, membohongi partai politik, mengkondisikan alumni UGM agar tak bersuara, mengkondisikan alumni SMA 6 tak bersuara. Sehebat itu dia? Enggak ada orang sehebat itu di Indonesia. Bahkan di dunia tidak ada,” bebernya.

Untuk itu, Irwan meminta para pihak yang terlibat dalam pembuatan ijazah Jokowi itu agar berkata jujur. “Bilang saja iya, itu bikinan kita, udah selesai, kan? Jangan lagi bikin-bikin begituan. Udah selesai. Biarkan ketika mendorong tokoh jadi pemimpin negeri ini mekanismenya natural,” ujar dia.

Dia juga berharap ke depan siapa pun yang jadi pemimpin di Indonesia, agar orang yang kapable, dan memang cukup memiliki kualitas. Intelijen tidak lagi cawe-cawe.

“Enggak usah berpikir bahwa karena orang ini bukan orang yang kita buat, mereka khawatir orang ini enggak bisa dikendalikan. Jika cara berpikirnya begitu sama halnya menejadikan pimpinan negeri ini eksperimen. Habis Jokowi siapa lagi? Kapan bangsa ini mau maju,” tandasnya.

Irwan juga mengaku prihatin terhadap para pihak yang belakangan ini meributkan soal ijazah Jokowi. “Kalian siapa? Kalaupun benar apa yang ditulis oleh Bambang Tri dalam buku Jokowi Under Cover, dalam kacamata yang terbatas dia melihat itu Jokowi yang membuat. Tetapi kan kita harus sadar bahwa pandangan Bambang Tri yang terbatas itu, harus kita elaborasi bahwa ini bukan cuma kerja satu orang melainkan kerja kolektif,” katanya.

Lebih lanjut, jika pun benar ijazah Jokowi, dia menduga bahwa itu merupakan kerja terorganisir, dan terukur. Namun demikian, lanjut Irwan, tidak ada kejahatan yang sempurna.

“Seperti dalam ijazah stempelnya beda,  foto yang ditempel di ijazah katanya foto orang. Kan enggak ada kejahatan yang sempurna. Ini perhatian juga bagi pihak pembuat ijazah, kalian kalau kerja yang rapi. Atau kalian memang menyisakan detail-detail itu agar terbuka agar suatu saat kalian bongkar. Ini kan enggak tahu juga. Kita ini bukan berada dalam ruang hampa,” pungkasnya. (Hb)

Exit mobile version