Dalam deklarasi itu, para ketua parlemen perempuan menyatakan bahwa mempunyai tanggung jawab untuk mengecam dan mengutuk keras kekerasan seksual terhadap perempuan pada saat konflik. Hal ini mengingat kekerasan seksual merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Pada akhirnya, lanjut Puan, parlemen nasional yang merupakan perwakilan negara berada di garis depan dalam membela seluruh hak perempuan dan mendorong kesetaraan antara perempuan dan laki-laki serta efektivitasnya melalui undang-undang yang telah dirancang, disahkan, dan diawasi.
“Dengan memperkuat hak-hak perempuan dan anak perempuan, umat manusia secara keseluruhan akan bergerak maju,” ucap dia.
Saat diskusi di KTT, Puan sempat menyoroti isu perempuan yang rentan menjadi korban dalam berbagai konflik di belahan dunia, salah satunya di Gaza dan Ukraina, banyak remaja perempuan kehilangan pembelajaran akibat rusaknya sekolah dan terhentinya kegiatan belajar, hingga terbatasnya pendidikan formal di berbagai wilayah yang mengalami konflik internal seperti Myanmar dan Sudan.
Sejumlah gagasan yang disampaikan Puan pun turut diadopsi pada deklarasi di KTT Ketua Parlemen Perempuan itu, termasuk dalam perjuangan melawan kesenjangan dan diskriminasi yang terus-menerus dialami oleh perempuan.
Puan menilai perjuangan melawan kesenjangan dan diskriminasi terhadap perempuan merupakan suatu keharusan dalam membela nilai-nilai kesetaraan dan demokrasi di seluruh dunia.