JAKARTA, Mediakaarya – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi menilaia pembentukan Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan oleh Komisi III DPR RI merupakan langkah strategis yang menegaskan keseriusan negara dalam membenahi landasan penegakan hukum secara menyeluruh.
“Langkah ini tidak berdiri sendiri, tetapi sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan reformasi hukum sebagai salah satu agenda prioritas nasional,” ungkap Haidar Alwi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Redaksi, Senin (17/10/2025).
Dalam konteks ini, lanjut Haidar, Panja Reformasi hadir bukan sekadar sebagai forum kerja legislatif, melainkan sebagai instrumen korektif yang diharapkan mampu menguraikan persoalan struktural, kultural, dan fungsional di tiga lembaga penegak hukum utama: Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan.
“Berdasarkan World Internal Security and Police Index/WISPI 2023, akar persoalan penegakan hukum di Indonesia tidak terletak pada lemahnya kinerja kepolisian, melainkan pada dua simpul strategis di atasnya, yaitu Kejaksaan dan Pengadilan,” ujarnya.
Hal itu tercermin dari skor dimensi proses dan dimensi hasil yang berbanding terbalik. Skor dimensi proses 0,13 yang jauh di bawah rata-rata global menunjukkan bahwa hukum belum ditegakkan dengan adil dan efisien.
Sedangkan skor dimensi hasil 0,920 sebagai salah satu yang tertinggi di dunia menegaskan bahwa kinerja Polri dalam menjaga keamanan masyarakat sangat efektif. Masyarakat merasa aman di ruang publik dan 90 persen di antara responden percaya pada kemampuan polisi.
“Ketimpangan antara efektivitas keamanan dan integritas keadilan inilah yang menahan Indonesia untuk naik ke kategori negara dengan tata hukum yang kuat dan dapat dipercaya,” kata Haidar.
Menurutnya, selama Kejaksaan dan Pengadilan belum sepenuhnya bersih, efisien, dan transparan, selama itu pula wajah penegakan hukum Indonesia akan tampak timpang. Tegas di tingkat keamanan, tetapi rapuh di tingkat keadilan.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang efektif tidak akan pernah bisa dicapai dari hasil kerja satu institusi. Polri sebagai garda terdepan penegakan hukum akan selalu beririsan dengan Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan dan Pengadilan sebagai pemutus perkara.
“Kelemahan pada satu titik akan menghasilkan distorsi pada keseluruhan alur penegakan hukum. Reformasi Polri, misalnya, tidak akan menghasilkan perubahan yang signifikan apabila proses penuntutan tidak profesional atau jika kualitas putusan pengadilan dipengaruhi oleh masalah integritas maupun ketimpangan prosedur,” beber dia.
Sebaliknya, pembenahan terhadap Kejaksaan dan Pengadilan pun tidak akan optimal bila penyelidikan dan penyidikan awal dari Polri masih bermasalah. Kesalingterkaitan inilah yang menjadikan kerja Panja Reformasi harus ditempatkan dalam kerangka ekosistem, bukan dalam satu kelembagaan.
Lebuh lanjut, Komisi III DPR RI melalui Panja Reformasi memiliki ruang untuk menggali akar permasalahan yang berada di bawah permukaan. Mulai dari tata kelola, profesionalisme, kultur organisasi, hingga hubungan antar-lembaga. Reformasi hukum tidak hanya menyentuh aturan, tetapi juga menyentuh perilaku, sistem pengawasan, penegakan etik, hingga akuntabilitas publik.
“Perubahan yang bersifat kosmetik tidak lagi memadai. Masyarakat menuntut transparansi dalam proses penyidikan, ketegasan dalam penuntutan dan independensi dalam setiap putusan. Oleh karena itu, Panja Reformasi harus fokus pada pembenahan integritas kelembagaan, pemutakhiran sistem kerja berbasis teknologi, dan harmonisasi aturan yang selama ini menciptakan disharmoni antar-pilar penegak hukum,” jelasnya.
Haidar memandang bahwa agenda reformasi hukum Presiden Prabowo memberikan landasan politik yang kuat bagi DPR untuk mendorong perubahan yang lebih substantif.
“Asta Cita menggariskan perlunya penegakan hukum yang tegas, profesional, dan berkeadilan, yang hanya dapat dicapai melalui reformasi menyeluruh terhadap lembaga penegak hukum,” jelasnya.
Dengan dukungan eksekutif, kata dia, Panja Reformasi memiliki peluang besar untuk mewujudkan rekomendasi-rekomendasi strategi yang tidak hanya menyasar pembenahan internal, tetapi juga memperkuat mekanisme checks and balances antar-lembaga.
Sinergi antara DPR sebagai pengawas dan pembuat regulasi, pemerintah sebagai pelaksana kebijakan, dan lembaga penegak hukum sebagai ujung tombak implementasi, merupakan elemen krusial agar reformasi tidak berhenti pada konteks tataran.
Dia pun menyebut bahawa keberhasilan Panja Reformasi akan sangat ditentukan oleh keberanian untuk menyentuh area-area sensitif yang selama ini menjadi sumber stagnansi, termasuk praktik koruptif, konflik kepentingan, ketertutupan proses hukum, dan resistensi terhadap perubahan.
Komisi III DPR RI mempunyai mandat moral dan politik untuk memastikan bahwa reformasi hukum tidak sekadar menjadi jargon, tetapi menghasilkan sistem penegakan hukum yang lebih bersih, profesional, dan dapat dipercaya masyarakat.
Dengan merombak secara simultan ketiga pilar penegak hukum, negara berpeluang besar membangun sistem hukum yang tidak hanya responsif terhadap dinamika kejahatan modern, tetapi juga kokoh dalam menjamin keadilan bagi seluruh rakyat.
“Panja Reformasi menjadi langkah awal yang menentukan, dan keberhasilannya akan menjadi tolok ukur sejauh mana negara berkomitmen mewujudkan amanat reformasi hukum dalam Asta Cita menuju tata kelola penegakan hukum yang lebih maju dan berintegritas,” tutupnya. **
