Skandal ‘Angka Cantik’ Insurtech: OJK Didesak Audit Dugaan Manipulasi Data Premi Rp3 T, Investor Terancam

Direktur eksekutif Center of Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi

JAKARTA, Mediakarya – ‎Integritas ekosistem startup Indonesia kembali diuji. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak untuk segera melakukan audit forensik mendalam terhadap sebuah perusahaan asuransi digital (insurtech) terkemuka, yang kuat diduga telah memanipulasi data premi bruto (Gross Written Premium atau GWP) hingga mencapai angka fantastis Rp3 triliun. Manipulasi ini diduga dilakukan demi menarik pendanaan Seri B senilai US$50 juta lebih (sekitar Rp800 miliar) dari sejumlah investor kakap.

‎​Direktur Center Budget  for Analisis  (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan bahwa insurtech yang disorot—mengarah pada Fuse (PT Fuse Teknologi Indonesia)—berhasil mengamankan pendanaan besar pada tahun 2021 dari venture capital ternama seperti East Ventures (EV) Growth, GGV Capital, Saratoga Investama Sedaya, dan Emtek.

Modus Operandi ‘Mencuri’ Data Premi

‎​Uchok menjelaskan, modus yang diduga digunakan untuk menciptakan prospek palsu (false prospectus) di mata investor sangat meresahkan.

‎​”Modusnya diduga adalah bekerja sama dengan broker internal untuk ‘mencuri’ atau memindahkan data premi dari perusahaan asuransi lain, lalu dicatatkan sebagai GWP mereka sendiri. Ini adalah upaya menciptakan prospek ‘kinclong’ yang palsu di mata investor,” jelas Uchok, Senin 15 September 2025.

‎​Perlu digarisbawahi, Fuse beroperasi sebagai platform agregator (pembanding produk dan premi), bukan sebagai perusahaan asuransi yang menanggung risiko. Perbedaan peran ini krusial di tengah dugaan manipulasi data ini. Bisnis asuransi berizin penuh hanya boleh dijalankan oleh perusahaan yang mendapat lisensi OJK.

‎​GWP ‘Ajaib’ Rp3 Triliun dan Ancaman Krisis Kepercayaan

‎​Insurtech yang berdiri sejak 2017 ini menarik perhatian karena mengklaim pencapaian GWP mencapai Rp3 triliun pada 2022, atau tumbuh lebih dari 2.000% dibandingkan tahun 2018.

‎​”Angka pertumbuhan yang terlampau ‘ajaib’ ini harus diwaspadai. Kasus ini memiliki kemiripan dengan kasus manipulasi data keuangan eFishery yang sempat mengguncang ekosistem startup. Ini jelas merusak kepercayaan publik dan investor,” tegas Uchok.

‎​Kasus eFishery sendiri diketahui telah ditangani oleh Bareskrim Polri sejak akhir 2024. Oleh karena itu, CBA mendesak OJK tidak hanya melakukan audit, tetapi juga melaporkan temuan pidana ke Bareskrim Polri. Jika terbukti ada manipulasi, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 508 dan 378 KUHP terkait pemalsuan laporan keuangan dan penipuan korporasi.

‎Respons Hukum dan Taruhan OJK

‎Desakan agar OJK bertindak tegas datang di tengah tren penurunan pendanaan startup Indonesia, di mana laporan mencatat pembiayaan anjlok 43% pada semester pertama 2025. Terbuktinya manipulasi data hanya akan memperburuk krisis kepercayaan ini.

‎Menariknya, pemberitaan ini langsung memicu reaksi hukum. INANEWS yang merilis informasi ini dikabarkan segera digugat oleh perusahaan insurtech terkait melalui kuasa hukumnya dari Assegaf Kawilarang & Associates atas dugaan pencemaran nama baik.

‎Langkah hukum ini menunjukkan ketegangan antara tuntutan transparansi media dan perlindungan reputasi korporasi. Kecepatan dan ketegasan OJK kini dipertaruhkan untuk menjaga ekosistem keuangan tetap sehat, jujur, dan terpercaya di mata investor domestik maupun global.

Exit mobile version