JAKARTA, Mediakarya – Kasus TaniHub dan TaniFund bukan hanya catatan masa lalu dalam industri teknologi pertanian. Data terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan, pola penyimpangan yang pernah terjadi pada dua entitas ini masih berpotensi terulang karena lemahnya pengawasan dan lambannya penindakan.
Bahkan, berdasarkan hasil laporan BPK, menempatkan TaniHub sebagai contoh nyata praktik pembengkakan valuasi dan manipulasi laporan keuangan di sektor startup, sementara TaniFund menjadi simbol keterlambatan otoritas dalam melindungi publik dari kerugian.
Berdasarkan catatan Indonesia Audit Watch (IAW) dalam LHP BPK No. 08/LHP/XXIII/5/2023 yang memeriksa Kementerian Komunikasi dan Informatika, ditemukan penyimpangan senilai Rp1,2 triliun pada dana investasi startup.
“Modusnya adalah pembengkakan nilai aset digital hingga 300 persen dari nilai wajar, disertai laporan keuangan yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya,” ungkap sekretaris pendiri IAW Iskandar Sitorus dalam keterangan tertulisnya kepada Mediakarya, Senin (11/8/2025).
Dalam audit tersebut, BPK memerintahkan audit teknologi informasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan verifikasi laporan keuangan real-time oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Namun, kedua rekomendasi ini tidak dijalankan. Mereka, semua institusi negara itu membangkang, menganggap remeh produk kinerja institusi negara dalam hal ini BPK,” kata pakar audit anggaran ini.
Selanjutnya, ada temuan lanjutan dalam LHP BPK No. 12/LHP/XXII/6/2024 menegaskan ketiadaan sistem blacklist pendiri startup bermasalah, yang memungkinkan Pamitra Wineka pendiri TaniHub bisa menjadi Komisaris di MIND ID, BUMN sektor pertambangan.
“Itu merupakan kelemahan nyata dari kinerja kementerian BUMN yang saat ini dikomandoi oleh Erick Thohir,” tegasnya.
Izin TaniFund Terlambat 32 Bulan Dicabut
Sementara ituu, berdasarkan LHP BPK No. 05/LHP/XXI/3/2023 terkait OJK mengungkap rata-rata keterlambatan pembekuan fintech bermasalah sebesar 17 bulan.
Dalam kasus TaniFund, keterlambatan ini lebih parah: izin baru dicabut pada Mei 2024, atau 32 bulan setelah gagal bayar pada November 2021. Selama periode itu, laporan keuangan 2021–2023 TaniFund tidak pernah melalui audit forensik.
“Dalam LHP nomor 17/LHP/XIX/9/2022 juga mencatat praktik rotasi pejabat bermasalah ke BUMN lain, termasuk pengangkatan Wineka ke posisi strategis di MIND ID, meski terhubung dengan perusahaan yang menimbulkan kerugian publik. Ini sangat disayangkan,” kata Iskandar dengan geram.
Lebih lanjut, pada LHP BPK No. 09/LHP/XX/4/2023 mengungkap 17 kasus rekrutmen komisaris BUMN dilakukan tanpa proses due diligence. Enam BUMN tercatat menggunakan jasa venture capital yang memiliki keterkaitan dengan pihak berstatus tersangka dalam kasus sebelumnya.
Analisis data juga memperlihatkan bahwa pola penyimpangan ini, melibatkan relasi nama-nama seperti Donald Wihardja dari MDI Ventures, yang modusnya serupa dengan temuan dalam LHP 08/2023, serta pola hubungan Wineka dan Pandu Sjahrir yang sekarang di Danantara, relevan dengan model temuan dalam LHP 09/2023.
“Artinya pola relasi itu sudah terendus BPK jauh-jauh hari. Ini bukan modus dadakan,” ucapnya.
IAW Dorong Penegak Hukum Segera Bertindak
IAW menilai, kasus TaniHub dan TaniFund seharusnya menjadi pemicu evaluasi menyeluruh terhadap penegakan hukum di sektor teknologi keuangan dan pertanian.
Untuk itu, IAW mendorong BPK untuk melakukan audit forensik penuh terhadap aliran dana MDI Ventures ke TaniHub, penyidikan dugaan gratifikasi dan atau ‘afiliasi keuntungan lain’ terkait dengan pengangkatan komisaris di MIND ID.
“IAW mendesak kepada penegak hukum memberikan sanksi tegas terhadap OJK karena mengabaikan rekomendasi pengawasan,” pintanya.
Pasalnya, BPK telah merinci bagaimana manipulasi valuasi, rekrutmen tanpa uji tuntas, dan keterlambatan pencabutan izin membentuk pola yang saling berkaitan.
“Itu adalah pola sistemik berselubung kebijakan tertentu untuk mengaburkan niat yang sesungguhnya,” jelasnya.
Sebab, kata Iskandar, jika pola ini tidak diputus, maka kasus serupa berpotensi muncul kembali, bahkan bisa jadi dengan aktor yang sama.
“Masa negara kalah menghadapi modus dangkal orang-orang jahat? Kecuali jika modusnya teramat canggih yang memerlukan kecanggihan tertentu untuk membongkarnya. Toh BPK sudah mengendus model culas itu kok,” urainya.
Dia menambahkan, TaniHub dan TaniFund bukan sekadar arsip kasus, namun peringatan hidup bahwa kelemahan pengawasan dan penindakan memberi ruang luas bagi terulangnya kejahatan yang merugikan publik.