- Akurasi laporan uang beredar ke BI (M0) bisa meleset.
- Kebijakan moneter bisa salah.
- Inflasi bisa lebih sulit dikendalikan.
- Ekonomi menjadi tidak stabil.
- Data tidak cocok lapangan vs laporan.
Dalam istilah Indonesia Audit Watch: “Kalau dapurnya gelap, bagaimana mau yakin jumlah lauknya benar? Ini bukan lagi isu Peruri. Ini isu kedaulatan moneter.
Rentetan skandal nomor seri: APH selalu dimulai dari nol
Begitu isu nomor seri muncul, misalnya dugaan percetakan khusus untuk tokoh politik, maka APH mendadak panik. Bukan karena alat bukti kurang, tapi karena negara tidak punya baseline audit:
1. Tidak ada angka waste-rate standar.
2. Tidak ada konsumsi tinta per pecahan.
3. Tiidak ada efisiensi normal mesin cetak.
4. Tidak ada audit kontrol nomor seri selama 20 tahun.
APH bekerja seperti polisi yang diminta menangkap maling, tetapi negara tidak pernah mendata isi gudang.
Lini masa fakta kritis
Tahun 2004–2005 PT SPS terbentuk. 2005–2025 BPK audit Peruri, tetapi tidak pernah audit proses inti. 2010–2025, seluruh audit SICPA global terkait skandal ink security tidak pernah dipelajari oleh RI.
Tahun 2020–2024, isu nomor seri berulang muncul, APH gagap menjelaskan karena tidak punya data audit 2025 muncul tekanan publik agar Kemenkeu dan Peruri membuka jumlah mesin cetak. Fakta: jumlah mesin pun negara tidak pernah komunikasikan secara terbatas.
Ini bukan sekadar kelalaian. Ini pola pembiaran struktural.
Mengapa harus audit tematik PDTT “Tinta vs Bilyet”?
Inilah solusi paling rasional, paling legal, dan paling mendesak. Audit PDTT tidak membuka rahasia negara, tetapi mengevaluasi:
1. Berapa banyak tinta yang dibeli?
2. Berapa banyak bilyet yang keluar?
3. Berapa waste normal?
4. Berapa konsumsi tinta per pecahan?
5. Berapa nilai ekonomis PT SPS untuk negara?
Audit seperti ini sudah lazim di negara lain, seperti Jerman; Inggris; Swiss; Korea Selatan dan India. Justru Indonesia yang paling gelap.
Mengapa aparat penegak hukum belum turun?
Karena: tidak ada audit tematik, tidak ada baseline, tidak ada parameter kontrol, tidak ada preseden kasus, dan tidak ada keberanian untuk masuk ke sektor “keramat”.
APH bukan tidak mau. Negara tidak pernah memberi alat. Tetapi jika APH tidak bergerak setelah semua ini, maka itu bukan lagi masalah alat.
Itu masalah kehendak.
Ketika negara diam, rakyat bertanya
Dalam sistem moneter, kepercayaan adalah mata uang yang lebih mahal dari emas. Dan hari ini, kepercayaan itu sedang tergerus oleh dua dekade tanpa audit, perusahaan patungan tanpa transparansi, mesin cetak tanpa data publik, nomor seri tanpa baseline, dan lembaga negara yang saling mengira ada yang mengawasi.
Saatnya negara berhenti diam!
Indonesia Audit Watch menegaskan, kedaulatan moneter tidak akan pernah tercapai jika jantung percetakan uang dibiarkan gelap. **




