JAKARTA, Mediakarya – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional, pada Senin (13/1/2025), menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) dari Rp6.000/kg menjadi Rp6.500/kg gabah kering panen di tingkat petani.
Sedangkan gabah kering panen di penggilingan naik dari Rp6.100/kg menjadi Rp6.700/kg. Untuk pembelian beras di gudang BULOG naik dari Rp11 ribu/kg menjadi Rp12 ribu/kg dengan kualitas derajat sosoh 100%, dan maksimal kadar air, butir patah dan menir masing-masing sebesar 14%, 25% dan 2%.
Pengamat ekonomi dan pertanian dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengungkapkan, kenaikan HPP patut diapresiasi di saat ongkos produksi padi mengalami kenaikan.
“Kenaikan HPP gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) antara 8,3% hingga 10,8% adalah langkah untuk menjaga agar petani tetap mendapatkan insentif ekonomi yang memadai. Langkah ini sekaligus sebagai wujud upaya untuk menjaga kegairahan petani dalam mengusahakan padi,” ujar Khudori dalam keterangan tertulisnya yang diterima Mediakarya, Senin (13/1/2025).
Selanjutnya, kenaikan HPP gabah dan beras pengadaan BULOG tanpa disertai kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras (medium dan premium) bisa dibaca sebagai cara pemerintah untuk memberi peluang kepada BULOG memaksimalkan pengadaan gabah/beras dari produksi domestik.
“Produksi beras diperkirakan melimpah pada Maret-Mei nanti. Bahkan bisa sampai Juni. Ini periode terbaik bagi BULOG menyerap gabah maupun beras,” katanya.
Mengapa langkah ini dilakukan pemerintah?
Khudori mengatakan, kebijakan tersebut tidak bisa dilepaskan dari tekad pemerintah yang tidak akan mengimpor beras tahun ini. Artinya, tidak akan ada penugasan impor beras kepada BULOG seperti dua tahun terakhir.
“Tahun 2023 impor beras BULOG mencapai 3,06 juta ton dan tahun 2024 mencapai sekitar 3,5 juta ton. Karena tidak ada impor, BULOG harus memaksimalkan penyerapan produksi domestik,” jelas Khudori.
Lebih lanjut, ketika penyerapan gabah/beras BULOG dinilai memadai, boleh jadi, pada saat itulah pemerintah akan memberlakukan HET beras yang baru.
“Karena tidak masuk di akal menaikkan HPP tanpa diikuti kenaikan HET. Gabah adalah input produk beras. Ketika harga input atau bahan baku naik, harga output yaitu beras juga pasti naik,” ujarnya.
Menurut dia, bagi penggilingan padi, terutama penggilingan padi skala kecil, musim panen raya adalah waktunya bekerja. Peluang besar mereka untuk bisa mendapatkan gabah ya di musim panen raya ini.
Namun, karena HET beras tidak dinaikkan, setidaknya ada dua pilihan bagi penggilingan. Pertama, mereka akan menjual beras sesuai HET beras tapi mengorbankan kualitas. Kedua, mereka menjual beras sesuai kualitas tapi dengan harga di atas HET.
“Peluang itu ada di pasar tradisional. Selama ini, meskipun ada ketentuan HET, pasar tradisional tidak pernah patuh. Dan tak pernah ditindak juga,” ungkapnya.
Oleh karena itu, penggilingan di bawah PERPADI mau tidak mau harus bekerja. Menjadi mitra BULOG. Yang penting perputaran stok cepat.
“Mungkin karena itu, pengurus PERPADI diundang tatkala pemerintah membahas kapan HPP baru ini akan efektif berlaku. Intinya, swasta “dipaksa” dulu bekerja untuk memenuhi stok BULOG. Ini agar tidak ada rebutan gabah/beras di pasar. Ujung akhirnya harga juga tidak akan melompat-lompat,” tandasnya.
Khudori menilai kebijakan ini ada kemungkinan akan diikuti menghilangnya berbagai merek beras premium di pasar modern. Kemungkinan itu terjadi perlahan karena beras produk lama dari gabah dengan harga lama masih beredar di pasar.
“Jika dugaan ini benar adanya, situasi yang terjadi pada Maret-April tahun 2024 kemungkinan bakal berulang: beras premium aneka merek akan menghilang dari supermarket dan ritel modern. Yang merajai adalah beras SPHP milik BULOG dan beras khusus. Beras khusus tak diatur HET,” ungkap Khudori.
Sementara, bagi konsumen yang merasa kehilangan aneka merek beras premium di supermarket yang selama ini dikonsumsi, mereka bisa membeli beras tersebut di pasar tradisional.
Dia pun menilai hampir bisa dipastikan beras premium aneka merek itu bisa ditemukan di pasar tradisional, seperti yang terjadi di tahun lalu. Tapi harganya berpeluang di atas HET.
“Jika kemudian pengadaan beras BULOG tidak juga membaik, berarti ada sesuatu. Nah, sesuatu ini perlu dipastikan apa. Agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat berdasarkan bukti-bukti di lapangan (evidence-based policy),” pungkasnya. **