Pertanyaannya sekarang menurut dia soal urgensi yang dapat dijadikan dasar mengamendemen kembali UUD 1945, apakah cukup hanya tentang PPHN yang dijadikan landasan untuk dilakukannya kembali amendemen UUD 1945.
Dia mengatakan dengan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa saat ini, kalaupun amendemen tetap dilakukan maka dampak yang dirasakan haruslah mengarahkan pada perbaikan terhadap pelaksanaan pembangunan yang merata dan berkelanjutan.
Kemudian juga berdampak terhadap sistem hubungan pusat daerah yang lebih seimbang, serta pelaksanaan pemilihan pemimpin nasional yang adil dan menjamin terlaksananya hak-hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih.
Wacana untuk menghadirkan PPHN perlu diperdalam kembali mengenai kaitan dengan pelaksanaan pembangunan yang merata dan berkelanjutan, posisi daerah sebagai sebuah institusi yang otonom tentunya harus ditempatkan pada posisi yang tepat.
Daerah harus memiliki peran dalam pembentukan PPHN yang nantinya menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang demokratis, transparan, akuntabel, terintegrasi dan berkesinambungan.
Begitu pula menurutnya terhadap persoalan hubungan pusat daerah yang lebih seimbang, kehadiran DPD sebagai lembaga perwakilan daerah tentunya perlu untuk dioptimalkan.
Sebagai perwakilan yang dipilih secara perorangan kata dia tentunya DPD harus dapat membawa perspektif lain bagi pembentukan kebijakan ditingkat nasional.
“Atas dasar hal tersebut maka diperlukan adanya penataan kembali terhadap kewenangan DPD, hal ini sejalan dengan rekomendasi yang dihasilkan oleh MPR periode 2014-2019,” ucap dia, dikutip dari antara.
Berkaitan dengan persoalan pemilihan pemimpin nasional, dia mengatakan negara harus hadir untuk memenuhi setiap kewajibannya.
Negara harus dapat melindungi, menghormati, serta memfasilitasi hak-hak yang dimiliki oleh warga negara, termasuk hak untuk mendapat kesempatan yang sama dalam pemerintahan.