Oleh: Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)
Kelahiran cacat 2002-2005
Tanggal 30 Desember 2002 adalah mimpi yang salah arah. Perda No. 6/2002 melahirkan PT Bina Bangun Wibawa Mukti (BBWM). Visinya mulia yakni untuk kelola gas Tambun untuk kemakmuran rakyat Bekasi. Tapi kelahirannya sudah bermasalah karena:
- Tidak ada studi kelayakan bisnis migas;
- Tidak ada analisis risiko pasar energi;
- Tidak ada persiapan SDM kompeten;
- Tidak ada sistem pengawasan independen.
Ibarat mendirikan rumah sakit tanpa dokter, tanpa alat medis, tapi langsung menerima pasien.
Dekade buta 2006-2016
Tahun 2006 lahir skema BOT, itu anugerah atau petaka? PT Odira Energy Persada masuk dengan skema Build-Operate-Transfer. Selama 10 tahun, Pemkab Bekasi berlaku seperti tuan tanah yang tidur. Fakta kelam 2006-2016 Pemkab tidak membangun kapasitas internal. Tidak ada transfer knowledge dari Odira ke BBWM. Tidak ada monitoring kinerja kilang selama BOT. Dan tidak ada persiapan takeover sejak tahun ke-8.
Pertanyaan investigatif, “apa isi kontrak BOT tersebut? Adakah klausul merugikan daerah?”
Serah terima buta Agustus 2016
Momen kritis yang diabaikan itu tepatnya Agustus 2016, kilang LPG senilai miliaran rupiah diserahkan. Tapi ini bukan serah terima, ini lebih seperti “lempar batu sembunyi tangan”. Yang tidak dilakukan adalah:
- Audit teknis, sebab tidak ada verifikasi kondisi aset;
- Audit keuangan, ternyata tidak ada pemeriksaan nilai wajar;
- Transfer knowledge, terbukti tidak ada pelatihan operator;
- SOP handover, sebab tidak ada prosedur standar.
Analisis IAW: ini adalah titik kritis dimana potensi kerugian negara mulai terbuka lebar. Aset mahal diterima tanpa checklist, tanpa verifikasi, tanpa accountability.
Era kehancuran sistemik 2017-2019
BPK membuka kotak pandora, pada Desember 2019 merilis LHP No. 42 yang mengungkap 13 luka kronis 4 kluster kerusakan yakni:
1. Kelompok efisiensi: uang menguap tanpa jejak.
- Temuan 1: biaya umum dan administrasi tidak efisien;
- Temuan 2: belanja pegawai melanggar aturan;
- Temuan 3: pengeluaran tanpa approval berlapis.
Teknik penyidikan untuk hal itu: lacak pola pengeluaran 2017-2019, identifikasi penerima dana dan cocokkan dengan bukti deliverable.
2. Kelompok operasional: kilang tanpa otak.
- Temuan 4: utilisasi rate rendah (aset menganggur);
- Temuan 5: maintenance tidak terdokumentasi;
- Temuan 6: tidak ada sistem monitoring.
Teknik penyidikan paling akurat, audit teknis kilang, wawancara operator dan analisis logbook produksi.
3. Kelompok pengadaan, itu surga korupsi. Temuan 7-10: pengadaan tidak kompetitif, vendor berulang, dokumen tidak lengkap dan pelanggaran Perpres 16/2018.
Teknik penyidikannya:
- Step 1: identifikasi semua vendor 2017-2019;
- Step 2: bandingkan harga dengan pasar;
- Step 3: cek hubungan afiliasi dengan pengurus;
- Step 4: verifikasi kelengkapan dokumen.
4. Kelompok tata kelola seperti temuan 11-13: pengawasan internal lemah, risk management mandul dan tidak ada pemisahan fungsi.
Teknik penyidikannya, wawancara whistleblower internal, audit sistem pengendalian dan cek minutes of meeting dewan pengawas.
Vacum pengawasan 2020 sd sekarang
Misteri 5 tahun sunyi pasca-LHP 2019, terjadi keheningan yang mencurigakan. Ini fakta yang mengkhawatirkan:
- Tidak ada LHP BPK lanjutan
- Tidak ada publikasi tindak lanjut
- Tidak ada transparansi laporan keuangan
- Tidak ada perubahan governance
Pertanyaan kritisnya, “mengapa setelah BPK membongkar, justru tidak ada perbaikan? Apa ada yang takut ketahuan?”
Ini masukan teknik penyidikan efektif untuk APH
Untuk Penyidik kepolisian, melakukan pendekatan cyber forensic:
- Analisis email dan chat: cari komunikasi terkait pengadaan;
- Digital audit trail: lacak approval elektronik;
- Data recovery: pulihkan dokumen “hilang”.
Pendekatan financial forensic:




