BEKASI, Mediakarya – Aliansi Masyarakat Penggiat Lingkungan (AMPL) meminta agar Tim Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu dievaluasi dan jika perlu dibubarkan.
Hal ini diungkapkan Wandi Sunardi, Pembina AMPL sekaligus tokoh masyarakat Bantargebang, Jumat (7/11/2025). “Tim ini menurut kami tidak berfungsi dan hanya sekadar formalitas,” katanya.
Menurut Wandi, penilaian tersebut dapat dilihat dari proses pengelolaan sampah di TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu yang semakin mengkhawatirkan dan memprihatinkan.
“Pertanyaannya, apakah orang-orang dalam struktur gemuk tim monev itu punya kapasitas sesuai fungsi dan tugasnya?” ujar Wandi yang merupakan warga asli Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantargebang.
Dia menambahkan, proses perekrutan anggota tim monev juga perlu dipertanyakan karena tidak transparan dan terkesan hanya mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu saja.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pengelolaan TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu yang tidak sesuai aturan telah menyebabkan kehancuran lingkungan dan mengarah pada bencana ekologi di Bantargebang.
Melihat kondisi yang memprihatinkan itu, dia mempertanyakan peran tim monev selama ini. Padahal, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, tim monev bertugas melakukan monitoring pelaksanaan pengelolaan TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu setiap tiga bulan sekali.
“Selain itu, tim melakukan evaluasi dampak pengelolaan kedua tempat tersebut setiap enam bulan sekali,” katanya.
Tim monev juga bertugas memberikan masukan sebagai dasar penyusunan program dan kegiatan penanganan dampak negatif, baik dari aspek lingkungan, kemacetan, sosial, ekonomi, maupun dampak lainnya berdasarkan kajian dan data empiris.
“Kalau memang mereka bekerja, coba tunjukkan kepada masyarakat, mana laporan hasil kerja mereka?” tegasnya.
Dia menilai, jika dalam evaluasi ternyata tim monev tidak menjalankan tugasnya, hal itu sama saja dengan menghamburkan uang rakyat karena mereka menerima honorarium dari anggaran daerah.
“Kalau tidak ada hasil kerjanya, sama saja dengan makan gaji buta. Jangan mengorbankan masyarakat Bantargebang hanya untuk kepentingan segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab,” tutup Wandi. (supri)




