IAW: Dari Produk Udang ke Rempah Lahir Alarm Nuklir Internasional untuk Indonesia

Ilustrasi (Foto: Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Amerika Serikat baru saja menolak udang Indonesia karena diduga terdeteksi isotop radioaktif. Belum reda, giliran rempah (cengkeh) dari PT Natural Java Spice juga masuk daftar Import Alert FDA setelah terbukti mengandung Cs-137, itu isotop khas dari limbah radioaktif dan scrap metal tercemar.

Indonesian Audit Watch (IAW) mengungkap dua komoditas unggulan kita tercoreng di pasar global. Akibatnya pertanyaan memalukan pun lahir, apakah dunia kini melihat Indonesia sebagai eksportir pangan “berbumbu nuklir”?

Bukan tanpa peringatan. Audit BPK selama dua dekade berulang kali menyoroti masalah scrap metal, limbah B3, dan lemahnya pengawasan regulator.

Seperti, di Cikande dan Serang, Banten, tahun 2005–2024, LHP BPK 2011, 2017, dan 2021 menyoroti lemahnya pengawasan KLHK dan BAPETEN di kawasan industri.

“Di mana danya temuan potensi kontaminasi radiasi dalam rantai logistik scrap metal yang tidak pernah ditindak serius,” ungkap Sekretaris Pendiri IAW, Iskamdar Sitorus dalam keterangan tertulisnya kepada Mediakarya, Rabu (1/10/2025)

Selanjutnya, temuan ke dua di Surabaya dan Gresik, Jawa Timur tahun 2004–2023, LHP BPK 2015 dan 2019 mencatat importir scrap dan pabrik peleburan logam kerap tanpa izin lengkap pengelolaan limbah B3.

Dalam auditnya, kata Iskandar, adanya “ketidakjelasan prosedur clearance scrap impor” di Pelabuhan Tanjung Perak.

“Dengan kata lain, negara sudah pegang peta jalan bahaya sejak lama. Tapi rekomendasi hanya jadi arsip. Sekarang sudah terungkap oleh Amerika Serikat (AS) saat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ini tidak mungkin untuk diabaikan,” ujar dia.

IAW menilai ada ancaman sistemik bukan hanya udang dan rempah. Menurutnya, jika udang dan rempah bisa tercemar, maka kopi, teh, coklat, sawit, bahkan beras bisa ikut dicurigai. AS sudah bertindak, import alert FDA berlaku otomatis. Uni Eropa dan Jepang bisa menyusul.

Padahal, nilai ekspor udang ke AS rata-rata >USD 2 miliar per tahun; rempah >USD 500 juta. Jika embargo meluas, kerugian triliunan rupiah mengancam.

Untuk itu, IAW menedesak piihak kepolisian harys segera melakukan penyelidikan tethadap dua kasus tersebut. Sebab, kata dia, persoalan itu bukan sekadar lalai administrasi, namun ada potensi pidana serius.

“Polri wajib berhenti jadi penonton. Namin yang layak untuk dilakukan penyidikqn antara lain, importir dan eksportir scrap metal, mereka pintu masuk utama Cs-137.
Kemudian pihak pengelola kawasan industri (Cikande, Gresik, Surabaya) karena lalai mengawasi limbah B3 dan radiasi,” kata dia.

Selanjutnya, Polri juga harus melakukan penyidikan terhadap manajemen perusahaan pangan/eksportir udang dan rempah karena lalai menjaga rantai produksi sesuai HACCP dan ISO, selain itu, pejabat Bea Cukai dan Karantina, itu jika terbukti melepas scrap tercemar tanpa inspeksi.

“Tak ketinggalan juga oknum regulator (KLHK, BAPETEN, Pemda) yang mengabaikan laporan BPK berulang kali, dan pialang scrap yang sering fasilitasi impor scrap dengan dokumen manipulatif,” tegasnya.

Untuk menjerat para pelaku itu, lanjut Iskandar, Polri bisa menggunakan UU No. 32/2009 tentang Lingkungan Hidup. Pasal 98 berbunyi sengaja mencemari maka dihukum 3–10 thn + denda Rp3–10 miliar. Lalu pasal 99 berisi lalai mencemari, kena hukum 1–3 thn + denda Rp1–3 miliar.

UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran, di pasal 42–45 tentang pelanggaran pengelolaan limbah radioaktif, bisa dipidana 2–5 thn + denda ratusan juta.

Kemudian, PP No. 61/2013 dan Perka BAPETEN terksit kewajiban pengelolaan limbah radioaktif.

“Atau KUHP Pasal 359–360 berisi kelalaian yang mengakibatkan luka/kematian, dan UU Kepabeanan dan UU Tipikor, jika terbukti ada suap atau pemalsuan dokumen impor,” jelasnya.

Guna menjerat para pengusaha nakal, IAW menyarankan agar Polri menyiapkan bukti yang “mematikan”, antara lain:

Exit mobile version