Kasus Tom Lembong: Pengaruh Hukum Buruk Terhadap Ekonomi

Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Prof Dr Didik J Rachbini. (Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Rektor Universitas Paramadina Jakarta, Prof. Didik J Rachbini menilai praktik kriminalisasi hukum dan kasus Tom Lembong, akan berpengaruh buruk terhadap ekonomi indonesia.

“Hukum yang lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan serta dipolitisasi dapat memberikan dampak negatif serius terhadap perekonomian nasional,” ujar Prof. Didik dalam keterangan tertulisnya yang diterima Mediakarya, Sabtu (2/8/2025).

Menurut Prof Didik, hukum adalah faktor kepastian dan ketidakpastian di dalam ekonomi, khususnya investasi. Sementara, negara dengan kepastian hukum yang labil dan buruk muka akan dihindari oleh investor.

“Kalangan bisnis, baik itu Investor domestik dan maupun asing, pasti sangat memerlukan kepastian hukum,” katanya.

Jika sistem hukum tidak bisa menjamin kontrak, menyelesaikan sengketa dengan adil, atau bebas dari intervensi politik, maka investor enggan menanamkan modal karena akan berakibat risiko berat, rugi dan bahkan bangkrut.

Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini  menyebutkan, hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transaksi meningkat, mahal dan berakibat terhadap, biaya investasi meningkat dan tidak efisien.

“Biaya transaksi adalah biang kerok atau bahkan setan buruk di dalam, ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang buruk. Hukum yang buruk, tidak efisien dan tidak dapat diandalkan bagi kepastian usaha akan menambah beban dunia usaha dan ekonomi nasional,” ungkapnya.

Selain itu, prosedur hukum yang berbelit, panjang dan tidak jelas sangat besar pengaruhnya terhadap ekonomi. Mekanisme penyelesaian hukum dan sengketa menjadi mahal.

Lebih lanjut, di dalam sistem hukum yang buruk, efisiensi ekonomi menurun dan bahkan rusak sama sekali. Contoh ekstrem adalah negara-negara dengan sistem hukum yang lemah cenderung jatuh dalam jebakan negara gagal (failed state) atau negara predatoris, yang menjadikan ekonomi hanya alat penghisapan oleh elite kekuasaan.

Prof Didik menilai praktek kriminalisasi hukum karena intervensi politik terjadi pada semua rezim, namun yang sangat vulgar pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)

“Kasus Tom Lembong ada indikasi kuat intervensi kekuasaan terhadap hukum, yang merupakan warisan Jokowi,” tuturnya.

Didik mengungkapkan, tidak ada lagi motto yang suci di dalam dunia hukum: “Lebih Baik Membebaskan Orang yang Salah daripada Menghukum Orang yang Benar”. Kata dia,  prinsip tersebut adalah keadilan paling mendasar di dalam dunia hukum tetapi dibuang di tong sampah oleh pemimpin-pemimpin, yang juga lahir dari demokrasi.

“Yang ada sekarang, seperti kasus Tom Lembong, jika mereka lawan politik, kesalahan dicari-cari, seperti pada kasus pilpres yang lalu. Politik kemudian menjadi anasir jahat di dalam demokrasi,” tutup dia. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *