JAKARTA, Mediakarya – Ketua LSM Trinusa Bekasi Raya, Maksum Alfarizi alias Mandor Baya kembali memenuhi panggilan penyidik Dittipidum Mabes Polri untuk dimintai keterangannya atas laporan dugaan penggunaan nama ganda Ketua KORMI Kota Bekasi Dwi Setyowati alias Wiwiek Hargono.
Mandor Baya mengaku bahwa proses hukum terkait dugaan tindak pidana penggunaan nama ganda Ketua KORMI Kota Bekasi yang tengah ditangani oleh Bareskrim Polri itu terus berlanjut. Bahkan ia telah menyerahkan dokumen tambahan yang diminta oleh pihak penyidik.
“Kedatangan saya ke Bareskrim Polri dalam rangka memenuhi panggilan dari pihak penyidik, sekaligus menyerahkan berkas tambahaan,” ujar Mandor Baya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Kamis (2/10/2025).
Dalam proses pemeriksaan tersebut, lanjut Mandor Baya, dirinya ditanya soal stuktur dan aliran dana organisasi KORMI Kota Bekasi yang diketuai oleh Dwi Setyowati alias Wiwiek Hargono.
Menurutnya, jika Dwi Setyowati bukan istri pejabat publik, kemudian dia menggunakan nama Wiwiek Hargono tentu tak bermasalah. Tapi saat ini posisinya (Wiwiek) sebagai istri Wali Kota Bekasi Tri Adhianto.
Terlebih KORMI merupakan organisasi pemerima dana hibah dari Pemkot, sangat tidak lazim menggunakan nama yang tidak sesuai dengan data kependudukan.
“Sebagai sosial kontrol, tentunya kami berhak menanyakan apa motif di balik penggunaan nama Wiwiek Hargono dalam struktur KORMI, sementara nama asli dia itu kan Dwi Setyowati. Jangan sampai ada penggunaan anggaran masuk di nomor rekening dengan nama yang berbeda,” kata Mandor Baya.
Sebab, penyelenggara negara, termasuk keluarganya, memegang tanggung jawab moral dan hukum untuk menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
Dalam hal ini, peran istri kepala daerah tak bisa dipandang sebelah mata, terutama saat menjabat sebagai Ketua TP PKK dan Ketua KORMI Kota Bekasi dua posisi strategis yang berhubungan langsung dengan program-program berbasis anggaran daerah.
Dia menilai penggunaan identitas ganda berpotensi melanggar prinsip integritas dan akuntabilitas yang diamanatkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Bagaimana mungkin seorang istri kepala daerah, yang seharusnya menjadi teladan, justru diduga menggunakan identitas palsu? Ini bukan lagi sekadar urusan nama, tapi soal kejujuran di tengah kepercayaan publik,” tegas dia.
Selanjutnya, dari sudut pandang etika pemerintahan, tindakan tersebut melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan. Regulasi ini menegaskan bahwa Ketua TP PKK adalah figur teladan di masyarakat.
Selain itu, dia menyoroti potensi pelanggaran Pasal 4 Ayat 1 Huruf d UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang melarang tindakan mengandung unsur penipuan atau penyalahgunaan wewenang.
Mandor Baya juga menegaku telah mendapatkan informasi dari pihak penyidik bahwa Dwi Setyowati telah mendaftarkan nama Wiwiek Hargono ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi, di mana kedua nama tersebut merupakan orang yang sama.
“Sah-saja Dwi Setyowati mendaftarkan nama Wiwiek Hargono ke PN Kota Bekasi, karena itu merupakan kewenangan dia,” katanya.
“Pertanyaannya, kenapa setelah kasus itu dillaporkan ke Mabes, baru yang bersangkutan mendaftarkan namanya ke PN. Kenapa tidak dari awal saja dilaporkan ke PN. Justru surat tersebut terbit di 2025 ini. Sementara Tri Nusa Kota Bekasi melaporkan kasus dugaan identitas ganda itu tahun 2024,” imbuhnya.
Lebih lanjut, LSM Trinusa Kota Bekasi juga mengapresiasi pihak Bareskrim Polri yang mendukung agar kasus penggunaan dualisme nama Ketua KORMI Kota Bekasi diungkap dengan terang benderang.
“Bahkan pihak pemyidik telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Inspektorat Kota Bekasi dan Ketua KORMI Jawa Barat untuk dimintai keterangannya,” pungkasnya.