LSM PMPRI Kritisi Soal Laporan Keuangan PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi

Ketum PMPRI Rohimat (kiri) bersama Sekjen PMPRI Anggi Darmawan (kanan) usai menyerahkan sejumlah dokumen ke KPK, terkait dengan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kota Bekasi. (Foto: Edar/Mediakarya)

Pengelolaan migas harus dilakukan secara berkelanjutan, transparan, dan akuntabel, serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan. Peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) migas untuk daerah, diversifikasi ekonomi daerah, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan juga perlu menjadi prioritas. 

JAKARTA, Mediakarya – LSM Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI) mengkritisi soal laporan keuangan PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi yang mengklaim bahwa di tahun 2023 berkontribusi sebesar Rp300 juta terhadap pendapatan daerah.

Ketum PMPRI Rohimat alias Joker menduga laporan keuangan PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi yang dinilai asal bunyi (asbun) itu sebagai respon atas tudingan dugaan korupsi yang tengah santer diberitakan sejumlah media.

“Mungkin klaim PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi yang menyebut telah menyetor 300 juta rupiah kepada pihak Pemkot Bekasi itu dalam rangka mengcounter pemberitaan terkait dugaan korupsi. Tapi konyolnya klaim tersebut tak sesuai fakta,” kata Joker kepada Mediakarya, Selasa (15/7/2025).

Padahal, kata Joker, berdasarkan laporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, jika deviden yang diberikan PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi pada tahun 2023 sebesar hanya Rp100 juta.

Joker menilai PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi tengah menutupi kebobrokannya di tengah isu korupsi yang diduga menyeret sejumlah pejabat di lingkup pemerintahan Kota Bekasi.

Terkait dengan dugaan korupsi PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi, PMPRI mengaku pada tahun 2024 lalu, telah menyampaikan sejumlah dokumen penting kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui pengaduan masyarakat (Dumas) untuk dilakukan penyelidikan, karena ada potensi kerugian negara.

“Karena dalam pengelolaannya ada dugaan keterlibatan sejumlah orang penting baik tingkat pusat maupun daerah, termasuk di dalamnya ada sejumlah petinggi partai. Jadi, kasus PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi itu sangat kompleks,” kata Joker.

Joker menambahkan, pengelolaan sektor migas (minyak dan gas bumi) di daerah seringkali tidak memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat setempat. Bahkan dalam beberapa kasus justru menimbulkan masalah sosial.

Dia menilai, meskipun ada dana bagi hasil migas untuk daerah, seringkali tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Seperti kerusakan lingkungan dan konflik sosial.

“Selain itu, pengelolaan sektor migas seringkali kurang transparan, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengetahui bagaimana dana migas digunakan dan apakah sudah dikelola dengan baik,” pungkasnya.

Terpisah, direktur eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa Foster Oil & Energi Pte Ltd yang terdaftar di Singapura sejak 30 Juli 2008 dengan nomor identitas 200815009E, patut diduga sebagai perusahaan cangkang.

Menurutnya, perusahaan ini memiliki pemilik saham yang terafiliasi dengan berbagai entitas luar negeri yang sebelumnya tersangkut skandal Panama Papers.

“Foster Oil & Energi Pte Ltd dimiliki oleh Cresswell International Ltd dan Aries Capital Holding Ltd. Salah satu pemilik di Cresswell International Ltd adalah Mohamed Riza Chalid, Mohamad Kerry Adrianto Riza, Isani Isa, dan Mossack Fonseca & Co (Singapore) Pte Ltd,” ujar Uchok dalam keterangannya.

Dia menduga alamat Cresswell International Ltd di Acara Building, 24 Decastro Street, Wickhams Cay 1, Road Town, Tortola, British Virgin Island merupakan lokasi yang kerap digunakan untuk mendirikan perusahaan-perusahaan cangkang.

“Ini bukan hal baru. Dalam banyak kasus, alamat tersebut sering muncul dalam dokumen Panama Papers,” kata Uchok.

Karena salah satu pemilik Foster Oil, yakni Kerry Riza, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Maka, lanjut Uchok, proyek kerja sama Foster Oil & Energi dengan PD Migas Kota Bekasi dalam pengelolaan Lapangan Migas Jatinegara patut dicurigai sarat praktik korupsi.

“CBA meminta Kejagung untuk segera membuka kembali berkas dan mendalami proyek kerjasama tersebut, serta memeriksa tokoh-tokoh penting yang terlibat di dalamnya, termasuk Mohamed Riza Chalid, Apung Widadi, dan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono,” kata Uchok.

CBA menilai bahwa keadilan tidak boleh berhenti pada individu, tetapi harus mengungkap sistem yang memungkinkan praktek korupsi migas terus berulang.

Sebelumnya, direktur PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi, Apung Widadi mengklaim jika pihaknya sudah memberikan deviden kepada Pemkot Bekasi sebesar Rp300 juta pada tahun anggaran 2023.

Bahkan kata Apung juga mengklaim, berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2024. Pihaknya sudah mengembalikan total deviden sebesar Rp3.7 miliar kepada Pemkot Bekasi dengan rincian tahun 2023 Rp300 juta, tahun 2024 Rp1.1 miliar dan pertengahan tahun 2025 ini sebesar Rp2.3 miliar.

Rillis Hasil rapat RUPS PT Migas Kota Bekasi yang tidak banyak diketahui publik itupun menjadi pertanyaan, terlebih dengan peningkatan pemberian deviden terbilang drastis ditengah sorotan Perjanjian (JOA) antara PT Migas Perseroda Kota Bekasi dengan Foster Oil and Energy terus disoal berbagai pihak.

Pemkot Bekasi sampai saat ini masih merahasiakan informasi tentang dading perdamaian dan dokumen perjanjian kerjasama antara PT Migas Kota Bekasi dengan Foster Oil and Energy.PTE.Ltd yang juga merupakan milik Riza Chalid selaku pemegang saham yang saat ini ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung RI. (Pri)

Exit mobile version