6. Kerjasama antarlembaga
Dalam hal ini pemerintah tidak mungkin programnya berjalan lancar jika tidak melibatkan stakeholder baik itu lembaga pemerintah, swasta masyarakat untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG) dan kaitannya dengan persoalan ketahanan pangan.
Monitoring evaluasi secara kontinuitas penting untuk dilakukan guna memastikan bahwa program makan bergizi gratis (MBG) berjalan dengan lancar.
Tinjauan Sosiologi atas Makan Bergizi Gratis
Talcott Parsons dengan empat sistem imperatif fungsional untuk semua sistem tindakan—AGIL (Ritzer, 2012). Suatu fungsi adalah kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan atau kebutuhan suatu sistem. Oleh karena itu, agar suatu sistem dapat lestari maka harus melaksanakan keempat fungsi tersebut:
- Adaptation : Suatu sistem harus beradaptasi dengan lingkungannya dan kebutuhan-kebutuhannya;
- Goal Attainment : Suatu sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya;
- Integration : Suatu sistem harus mengatur dirinya sendiri dan bagian-bagiannya dari komponennya;
- Latency : suatu sistem harus menyediakan pola, memperbaharui, serta memelihara dengan baik motivasi para individu maupun pola-pola budaya yang menopang motivasi tersebut.
Dalam hal ini kita bisa jelaskan bahwa setiap elemen masyarakat baik swasta, BUMDES, petani lokal, nelayan, peternak dan seluruh elemen yang terlibat harus mengadaptasikan dirinya dalam suksesi program Makan Bergizi Gratis. Kemudian semua system tersebut harus menyamakan persepsi dan merumuskan tujuannya bahwa yang dilakukan terkait penyadaran masyarakat terkait pentingnya ketahanan dan diservifikasi pangan untuk menjaga stabilitas sosio-ekonomi dalam relasinya dengan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selanjutnya setiap sistem harus meregulasi dirinya sendiri melakukan monitoring evaluasi agar kemudian semuanya berfungsi dengan baik.
Kesimpulan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya hadir sebagai solusi terhadap masalah gizi buruk dan stunting, tetapi juga memiliki multiplier effect yang signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. MBG menjadi instrumen negara—yang idak hanya mengentaskan persoalan gizi (Stunting) tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional melalui penguatan ekonomi lokal, pemberdayaan petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro, serta penciptaan lapangan kerja di berbagai daerah. Dengan demikian, program ini tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan gizi, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme redistribusi ekonomi yang menstimulasi pertumbuhan sosial-ekonomi secara inklusif.
Namun demikian, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga membawa tantangan struktural yang harus diantisipasi, terutama berkaitan dengan ketersediaan sumber daya pangan, ketergantungan impor, dan potensi ketidakseimbangan rantai pasok pangan. Jika tidak dikelola secara komprehensif, kondisi tersebut dapat menimbulkan krisis pangan dan gejolak sosial-ekonomi. Oleh karena itu, strategi seperti penguatan pertanian lokal, diversifikasi pangan, peningkatan kesadaran masyarakat, kolaborasi antar lembaga, serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Dalam perspektif sosiologi fungsional Talcott Parsons, keberhasilan MBG dapat dipahami melalui empat fungsi sistem sosial: Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency (AGIL).
Masyarakat dan lembaga yang terlibat perlu beradaptasi dengan tuntutan baru, menetapkan tujuan bersama, menjaga integrasi sosial antaraktor, serta memelihara nilai dan motivasi kolektif yang menopang keberlangsungan program. Dengan berfungsinya keempat elemen ini secara harmonis, program MBG tidak hanya akan memastikan tercapainya gizi seimbang bagi seluruh warga negara, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih resilien dan berkeadilan.
Dengan demikian, Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan manifestasi dari integrasi antara kebijakan sosial, ekonomi, dan kultural yang merefleksikan tanggung jawab negara dalam membangun manusia Indonesia yang sehat, produktif, dan mandiri.
Keberhasilannya bukan hanya diukur dari banyaknya penerima manfaat, tetapi dari sejauh mana program ini mampu membangun sistem sosial yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Referensi
- Ritzer, George. (2012). “Structural Functionalism, Neofunctionalism, and Conflict Theory” in Sociological Theory (eight edition). Mc-Hill, USA.
- Republik Indonesia. (2024). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2024 tentang Program Makan Bergizi Gratis. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 83. Jakarta: Sekretariat Negara. Tersedia dalam https://peraturan.bpk.go.id/Details/295857/perpres/no-83-tahun-2024.
- Badan Gizi Nasional (2025). Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Nasional Operasional. Jakarta: Badan Gizi Nasional. Tersedia dalam https://www.bgn.go.id/operasional-sppg. (***)
