Peran Irman Gusman dalam Sejarah Sidang Bersama DPR–DPD–Presiden

Irman Gusman
Sketsa hubungan DPR-DPD dalam Sidang Bersama era Irman Gusman

Tujuannya adalah membahas arah pembangunan nasional yang lebih komprehensif, yakni melibatkan para kepala daerah agar kebijakan yang diputuskan di Jakarta langsung bisa diterjemahkan di daerah.

Selain itu juga menjadi jembatan yang menguatkan peran DPD sekaligus, sekali lagi, menyelaraskan agenda pusat-daerah.

Gagasan Irman Gusman tersebut tidaklah langsung disambut hangat. Bahkan setahun kemudian, sebagaimana yang diinformasikan oleh detiknews.com pada 18 Juli 2005, Sidang Bersama Parlemen belum juga dilaksanakan.

DPD melalui Irman Gusman secara terbuka dengan tegas menyatakan bahwa jika Sidang Bersama Parlemen tidak tercapai, DPD akan mengundang Presiden menyampaikan pidato kenegaraan, Nota Keuangan, dan RAPBN 2006 di forum DPD.

Hal ini ditempuh sebagai salah satu mandat DPD memberi pertimbangan dan mengawasi APBN dan efektifitas pidato presiden.

“Jadi Presiden tidak perlu membacakan pidato dua kali,” kata Irman kala itu.

Menanggapi ide Irman Gusman, Menteri Sekretaris Negara kala itu, Yusril Ihza Mahendra menolak. Adapun alasannya adalah ada kehati-hatian terkait landasan konstitusional dan potensi tumpang tindih mekanisme yang ada.

Namun Irman Gusman tak patah arang, berbagai diskusi dan rapat digelar, semntara pendekantan dan lobby-lobby dilakukan dengan berbagai pihak.

Hasilnya, pada tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakomodasi gagasan tersebut dan kemudian sidang bersama DPR-DPD baru dilaksanakan setelah diatur dalam Peraturan Bersama DPR dan DPD yang disahkan 3 Agustus 2010.

Kompromi tersebut membuat forum bisa berjalan tanpa menabrak aturan. Meski interaksi berkurang, esensi pertemuan pusat-daerah tetap terjaga lewat kehadiran para kepala daerah.

Simbol ini penting; dalam satu ruangan,pemimpin nasional dan lokal saling memandang dan mendengar arah kebijakan negara.

Exit mobile version