BANDUNG, Mediakarya – Momentum Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) dimanfaatkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menyoroti praktik korupsi yang masif dan merugikan negara, salah satunya dalam bentuk kejahatan lingkungan.
Ketua Umum DPP LSM PMPR Indonesia, Rohimat Joker, menegaskan bahwa korupsi tidak hanya berwujud suap dan mark up anggaran, tetapi juga korupsi sumber daya alam (SDA) melalui praktik illegal logging yang terstruktur, sistematis, dan masif.
“Hari Antikorupsi ini seharusnya menjadi refleksi bagi seluruh aparatur negara, terutama bagi lembaga yang bertanggung jawab menjaga kekayaan alam kita,” ujar Rohimat yang akrab disapa Kang Joker kepada Mediakarya, di Bandung (9/12/2025).
Kang Joker menyoroti lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap sindikat illegal logging yang hingga kini masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Ia dengan tegas menyebut ini sebagai ‘kejahatan ekologis yang terstruktur’ yang mustahil berjalan tanpa persetujuan atau pembiaran dari oknum di lingkar kekuasaan.
Menurut dia, kejahatan lingkungan, seperti illegal logging, bukan lagi sekadar pencurian kayu, tetapi sudah menjadi bentuk korupsi yang paling brutal dan terstruktur. Namun hal itu merupakan kejahatan ekologis yang terstruktur, yang melibatkan jaringan rahasia antara cukong pemodal, penegak hukum yang korup, dan oknum birokrat.
“Dampaknya tidak hanya kerugian uang negara, tetapi juga bencana ekologis, mulai dari banjir bandang hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Ini jelas-jelas kejahatan terhadap generasi masa depan,” ungkapnya.
Secara khusus, Kang Joker menyinggung peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dianggap belum maksimal dan bahkan terkesan membiarkan kejahatan ini berlanjut.
Dia menilai kinerja KLHK sangat buruk. Penegakan hukum di sektor kehutanan seolah tumpul ke atas. Bahkan dirinya menduga KLHK lebih berpihak kepada cukong besar.
“Mengapa bisnis kayu ilegal ini terus berulang? Kami menduga ada pembiaran yang sistematis di kementerian yang seharusnya menjadi garda terdepan. Pemerintah, dalam hal ini KLHK, harus lebih transparan dan berani menindak aktor utama, bukan hanya pekerja lapangan,” tegasnya.
Oleh karena itu, dalam momentum peringatan HAKORDIA ini, LSM PMPR Indonesia mengajukan sejumlah tuntutan serius kepada Pemerintah Republik Indonesia:
Pertama, Pemerintah wajib melakukan audit forensik menyeluruh terhadap perizinan dan praktik operasional perusahaan-perusahaan pemegang izin kehutanan yang terindikasi terlibat illegal logging selama lima tahun terakhir.
Kedua, mendesak KLHK dan aparat penegak hukum untuk lebih transparan dalam proses investigasi dan penindakan, dengan hukuman harus dijatuhkan secara maksimal kepada para cukong dan oknum pejabat yang terlibat dalam kolusi illegal logging tanpa pandang bulu.
Ketiga, Pemerintah harus segera mereformasi total sistem tata kelola hutan untuk menutup celah korupsi perizinan dan pengawasan, serta memastikan bahwa sumber daya hutan benar-benar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir oligarki.
Dan yang keempat, mendesak PPATK untuk aktif menelusuri aliran dana dari bisnis illegal logging guna mengungkap dan memiskinkan para pelaku kejahatan lingkungan melalui Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Pemerintah tidak boleh berdiam diri. Memberantas korupsi berarti memberantas segala bentuk kejahatan yang merusak negara, termasuk illegal logging. Kami akan terus mengawal dan memastikan tuntutan ini didengarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” tutup Kang Joker. (Asp)
